BERLIN, (Panjimas.com) — Media Jerman Der Spiegel baru-baru ini menuliskan laporan yang mengejutkan dunia internasional, mengenai terungkapnya fakta mengejutkan tentang hasil penelitian internal Gereja Katolik Jerman perihal pelecehan seksual anak yang melibatkan oknum Gereja. Bahkan, Gereja Katolik Jerman telah mengakui adanya pelecehan anak-anak oleh kalangan gereja, Hal ini menyusul bocornya laporan yang menyebutkan adanya ribuan anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual selama hampir 70 tahun lamanya.
Dokumen bocor itu disusun atas perintah Konferensi Wali Gereja Jerman, dan menyebutkan adanya 1.670 pastor yang telah melakukan penganiayaan seksual terhadap 3.677 anak dibawah umur.
Tercatat, sebagian besar korban pelecehan seksual tersebut adalah anak laki-laki. Hal iitu terjadi antara rentang waktu tahun 1946 sampai 2014, demikian dilansir dari Der Spiegel.
Laporan Der Spiegel itu mengutip bocoran dari penelitian yang dilakukan oleh tiga universitas di Jerman. Uskup Agung Jerman, Trier Stephan Ackermann mengatakan gereja sudah mengetahui banyaknya pelecehan seperti yang ditunjukkan dalam laporan tersebut.
Der Spiegel menuliskan bahwa hanya sekitar 38 persen dari seluruh pelaku yang dibawa ke meja pengadilan. Bahkan, para pelaku tersebut hanya mendapat hukuman ringan. Sementara itu, menurut Spiegel satu di antara enam kasus dapat dimasukan ke dalam kasus pemerkosaan.
Kebanyakan korban adalah anak laki-laki yang berusia di bawah 13 tahun. Para pelaku biasanya hanya dipindahkan ke komunitas baru yang tidak diberi peringatan tentang catatan kejahatan pelaku sebelumnya.
“Ini adalah hal yang menyedihkan dan memalukan bagi kami.” pungkasnya dalam pernyataan, Rabu (12/09).
Uskup Eckermann mengatakan penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan sisi gelap dari Gereja Katolik Roma. Uskup Ackermann mengatakan penelitian ini tidak hanya untuk para korban tapi juga untuk gereja agar mereka dapat memperbaiki kesalahan mereka sendiri dan tidak terulangi lagi.
“Saya tekankan penelitian ini tidak untuk gereja sendiri tapi juga yang pertama dan paling utama, untuk para korban,” tukas Ackermann.
Uskup Ackermann mengatakan laporan tersebut lebih dulu bocor sebelum gereja melihatnya. Dia mengatakan Gereja Katolik Jerman berencana untuk membuka konsultasi kepada orang-orang yang pernah menjadi korban pelecehan seksual tersebut.
Menanggapi bocornya hal ini, Vatikan tidak segera mengeluarkan pernyataan resminya. Akan tetapi, Paus Fransiskus dijadwalkan akan memanggil para uskup Katolik ke Vatikan untuk membahas tentang merebaknya kasus pelecehan seksual anak di Gereja pada bulan Februari tahun depan. Juru bicara Vatikan mengungkapkan para kepala uskup nasional Gereja Katolik itu akan bertemu Paus Fransiskus pada 21-24 Februari 2019 mendatang.
Juru bicara Vatikan mengatakan bahwa pelecehan seksual adalah topik utama rapat itu. Mereka diajak untuk menghadiri rapat soal perlindungan terhadap anak-anak yang rentan menjadi korban pelecehan seksual di gereja, demikian menurut laporan Reuters.
Gereja Katolik menghadapi berbagai skandal pelecehan seksual di beberapa negara besar, seperti di Amerika Serikat, Cile, Australia, Irlandia, dan Jerman.
Bocoran laporan itu diterbitkan di hari ketika Paus Fransiskus mengundang para ketua Konferensi Wali Gereja dari seluruh dunia untuk menghadiri KTT guna mencegah adanya pelecehan seksual oleh para pastur dan melindungi anak-anak. Hal itu dilakukan karena Vatikan semakin menyadari bahwa masalah pelecehan seksual yang dilakukan pastor mengancam apa yang sudah dilakukan gereja Katolik di bidang lainnya.
Pertemuan akan dilakukan 21-24 Februari 2019 dan akan melibatkan sekitar 100 uskup dari seluruh dunia. Pertemuan tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan tertinggi Gereja Katolik menyadari bahwa pelecehan seksual oleh pastor ini adalah masalah global, tidak sekedar hanya terjadi di beberapa bagian dunia atau di beberapa negara Barat saja.
Paus Fransiskus juga dijadwalkan akan bertemu dengan para pemimpin gereja Katolik di Amerika Serikat pada Kamis. Paus akan mendiskusikan penemuan Grand Jury di Amerika Serikat di mana 301 pastor di negara bagian Pennsylvania melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak. Selain masalah itu, ada skandal yang melibatkan seorang mantan kardinal Amerika, dan desakan dari Uskup Italia Carlo Maria Vigano agar Paus Fransiskus mundur karena dinilai membiarkan skandal tersebut.
Der Spiegel menyebukan penelitian yang dilakukan di Jerman itu mengkaji 38 ribu dokumen dari 27 paroki menunjukkan bahwa separuh dari korban berusia 13 tahun ke bawah ketika mereka dilecehkan. Satu dari enam kasus yang dicatat melibatkan pemerkosaan, dan 75 kasus pelecehan dilakukan di dalam gereja, atau karena hubungan antara pastor dengan yang dilecehkan dalam urusan gereja.
Penelitian itu juga mengatakan dalam banyak kasus bukti-bukti yang ada kemudian dihancurkan atau dimanipulasi.
Penelitian Jerman ini menjadi pukulan terbaru yang memberatkan kepemimpinan Kepausan di Vatikan.
Laporan ini muncul setelah dilakukannya kajian yang menyatakan lebih dari 1.000 anak yang dilecehkan secara seksual selama tujuh dekade di Pennsylvania, Amerika Serikat (AS).
Studi penelitian tersebut menyebutkan ada lebih dari 300 Pastur yang terlibat. Hal ini menjadi bukti nyata bahwa Gereja menutupi kejahatan ini dengan cara yang sangat sistematis.
Paus Franciskus Didesak Mundur
Seorang mantan pejabat tinggi Vatikan membuat pernyataan mengejutkan. Ia menuding Paus Francis telah mengetahui tuduhan-tuduhan penyelewengan seksual seorang Kardinal Amerika Serikat selama lima tahun setelah menerima pengunduran dirinya bulan lalu. Ia bahkan mendesak Paus Francis untuk segera mengundurkan diri.
Dalam pernyataan setebal 11 halaman yang diserahkan kepada media Katolik Roma dalam kunjungan Paus ke Irlandia, Uskup Agung Carlo Maria Vigano juga menuding sejumlah pejabat Vatikan yang bertugas di masa lalu dan pejabat Gereja Katolik AS yang menutup-nutupi kasus McCarrick.
“Paus Francis telah berulang-ulang telah meminta tranparansi penuh di Gereja,” tulis Uskup Vigano, yang juga kritis terhadap Paus sebelumnya.
“Dalam saat yang sangat dramatis bagi Gereja universal, dia harus mengakui kesalahannya dan, menjaga prinsip yang sudah dinyatakan tentang toleransi nol, Paus Francis harus yang pertama jadi contoh baik bagi para kardinal dan pastur yang menutupi penyelewengan McCarrick dan mengundurkan diri bersama mereka,” tandasnya.
Vigano mengatakan ia telah memberitahu Paus Francis pada Juni 2013, setelah ia terpilih sebagai Paus para kardinal, mengenai tuduhan-tuduhan terhadap McCarrick, demikian menurut laporan Reuters.
Para pejabat Vatikan menolak untuk memberikan komentar segera pada Ahad (26/08) mengenai pernyataan itu, yang disiarkan ‘National Catholic Register’ dan beberapa media lain di Amerika Serikat dan Italia.
Vigano, Duta Besar Paus di Washington pada tahun 2011 hingga 2016, mengatakan ia telah memberitahu para pejabat tinggi Vatikan pada awal tahun 2006 bahwa McCarrick disangka melakukan penyelewengan seks terhadap seminari dewasa ketika dia menjadi Uskup di dua diose New Jersey antara tahun 1981 dan 2001. Dia mengatakan dia tak pernah menerima tanggapan atas memonya tahun 2006.
McCarrick pada Juli menjadi Kardinal pertama yang mundur dari posisinya dalam kepemimpinan Gereja setelah sebuah kajian menyimpulkan bahwa klaim-klaim dia telah melakukan penyelewengan seksual atas anak laki-laki yang berusia 16 tahun dapat dipercaya.
Dialah salah satu pejabat gereja yang memiliki jabatan tertinggi dituduh melakukan penyelewengan seks dalam sebuah skandal yang telah menggemparkan sejak laporan-laporan tentang para pastur yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak dan para Uskup yang dengan sengaja menutupi kasus-kasus mereka, sebagaiamana dilaporkan Boston Globe tahun 2002.
McCarrick, (88 tahun), telah mengatakan dia tak memiliki ingatan tentang tuduhan penyelewengan seksual terhadap anak di bawah umur tetapi tidak mengomentari laporan-laporan media yang tersebar luas bahwa ia akan memaksa pria-pria dewasa yang belajar untuk menjadi pastur agar tidur bersamanya di sebuah rumah pantai di New Jersey.
Paus Francis Ahad (26/08) lalu meminta maaf dalam kunjungannya ke Irlandia atas “skandal dan pengkhianatan” yang dirasakan para korban eksploitasi seksual pastur Katolik.[IZ]