JAKARTA (Panjimas.com) – Pelajaran dari hijrah adalah keharusan bekerjasama yang baik dalam berjuang menegakkan nilai-nilai Islam. Hal ini karena dalam hijrah, Rasulullah Saw dan para sahabatnya bahu membahu dan saling kerjasama yang baik. Demikian dikatakan Ustaz Ahmad Yani,Ketua Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Dakwah (LPPD) Khairu Ummah terkait Hikmah dan Makna Peringatan Tahun Baru Islam 1440 H.
Rasul saw telah membagi tugas masing-masing sahabat. Ketika itu, tak ada dikalangan para sahabat yang iri dengan sahabat yang lain. Semuanya diterima dan dilaksanakan dengan baik, meskipun resikonya sangat besar. Misalkan saja, Ali ditugaskan oleh Rasul untuk tidur di tempat tidur beliau, ini merupakan tugas yang resikonya sangat tinggi.
“Ketika orang-orang kafir menggerebek kamar tidur Nabi dan yang mereka dapati hanya Ali. Lalu Ali ditanya tentang dimana Nabi berada; dengan keberanian yang hebat Ali, menjawab tidak tahu, meskipun sebenarnya dia tahu.”
Ustaz Ahmad Yani menjelaskan, Umar bin Khattab juga mendapat tugas dengan resiko yang berat, yakni membentuk opini dengan mengatakan: ”Siapa yang ingin anaknya menjadi yatim dan isterinya menjadi janda, cegahlah aku, karena aku akan segera menyusul Nabi berangkat ke Madinah”. Ungkapan Umar ini membuat orang-orang kafir menjadi heran; kapan Muhammad Saw pergi ke Madinah, padahal beliau masih di kota Makkah.
Abu Bakar Ash Shiddik juga bertugas menjadi pendamping Rasul yang setia meskipun resikonya juga sangat besar. Apalagi nabi mau dibunuh. Seandainya mereka tahu dimana Nabi bersumbunyi, tentu Abu Bakar juga akan dibunuh. Tapi Abu Bakar tetap menjadi pendamping Rasul dalam persembunyiannya di gua Tsur selama tiga hari.
Bahkan, anak-anaknya Abu Bakar juga memberikan dukungan penuh dan kerjasama yang baik. Mereka membawakan makanan dan memberikan informasi-informasi penting untuk Rasul dan Abu Bakar. Itulah diantara contoh-contoh bagaimana Rasul dan para sahabatnya telah bekerjasama dengan baik dalam perjalanan hijrah itu.
“Ini juga menjadi isyarat bagi kita bahwa perjuangan menegakkan nilai-nilai Islam di muka bumi ini tidak mungkin dilakukan oleh seorang diri. Sehebat apapun kualitas orang itu, makanya diperlukan orang banyak dengan kualitas yang baik dalam perjuangan menegakkan Islam.
Butuh Pengorbanan
Pelajaran dari hijrah selanjutnya, lanjut Ustaz Ahmad Yani, adalah pengorbanan yang besar. Hijrah Nabi dan para sahabatnya ke Madinah juga memberikan contoh kepada kita betapa perjuangan itu menuntut pengorbanan, baik pengorbanan harta, jiwa, tenaga, pikiran, waktu dan perasaan.
Dengan perasaan yang berat, Nabi dan para sahabatnya harus ikhlas meninggalkan kampung halaman dan keluarga. Ali bin Abi Thalib dan Asma binti Abu Bakar hampir saja gugur karena harus menjaga rahasia tempat persembunyian Nabi dan Abu Bakar di gua Tsur. Abu Bakar sendiri berkorban dengan semua uang yang dimilikinya sebagai bekal dalam perjalanan jauh menuju Madinah, sementara sahabat-sahabat Nabi yang berada di Madinah dengan keikhlasan yang tiada terkira siap mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadi dan keluarga mereka guna menolong sahabat-sahabat dari Makkah, sehingga mereka disebut sebagai kelompok anshar yang artinya penolong.
Pelajaran dari hijrah yang tak kalah pentingnya adalah kesungguhan yang kokoh. Hal ini karena hijrah merupakan perjalanan yang jauh, mencekam dan sulit. Oleh karena itu hijrah harus dilaksanakan dengan niat ikhlas agar bisa bersungguh-sungguh. Tanpa kesungguhan, tidaklah mungkin hijrah itu bisa terlaksana. “Kalau toh secara fisik seseorang berhasil sampai ke tujuan hijrah, tidak ada nilai pahala sedikitpun dari Allah swt, itu pula sebabnya Rasulullah saw bersabda dalam hadits:
“Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya dan yang teranggap bagi tiap orang apa yang ia niatkan. Maka siapa yang berhijrah semata-mata karena taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrah itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrah karena keuntungan duniawi yang dikejarnya atau karena perempuan yang akan dikawininya, maka hijrahnya terhenti pada apa yang ia niat hijrah kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim). (des)