MAKASSAR (Panjimas.com) – Pusat Relawan #2019GantiPresiden Sulawesi Selatan (RGP Sulsel) meresmikan sekretariat di Jalan Raya Baruga, Antang, Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Ahad (9/9/2018) sore tadi.
Dirangkaikan dengan Diskusi Publik bertema “Problematika Kebangsaan dan Kedaulatan NKRI”, acara itu dihadiri puluhan relawan dari gabungan aktivis ormas Islam, politisi, akademisi, pengacara, tokoh masyarakat dan tokoh pemuda.
Ketua Umum Pusat RGP Sulsel, Mukhtar Daeng Lau, mengatakan seluruh pihak yang tergabung dalam lembaga ini adalah mereka yang memiliki semangat perubahan dan ingin melihat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tercinta lebih baik lagi di masa mendatang.
“Pusat RGP Sulsel ini adalah wadah silaturrahim. Posisinya independen dan sama sekali tidak berafiliasi dengan partai politik politik mana pun. Tetapi, kami terbuka kepada siapa pun yang ingin bergabung,” ujarnya.
Ustad Mukhtar—sapaan akrabnya—menyampaikan bahwa Pusat RGP Sulsel ini bagian dari RGP di Jakarta yang dikomandoi sejumlah deklarator, di antaranya Neno Warisman. Selain itu, dia memastikan akan segera membentuk simpul relawan di 24 kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.
“Di antara kita di sini, sudah ada beberapa perwakilan dari kabupaten yang datang, seperti dari Kabupaten Takalar dan Gowa. Kabupaten lainnya, insya Allah, akan kami bentuk dalam waktu dekat,” terang Ustad Mukhtar.
Dalam diskusi publik yang dimoderatori mantan Wakil Ketua DPRD Sulsel, Andry Arief Bulu, tersebut, pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Makassar, Arqam Azikin, memastikan kelompok penggerak #2019GantiPresiden bagian dari komunikasi politik. Sehingga, ia meminta kepada semua pihak agar tidak terlalu reaktif yang sifatnya berlebihan dengan gerakan itu.
“Tidak boleh ada yang ditakuti. Ini pertandingan kreativitas. Diksinya bagian dari komunikasi politik. Yang tidak boleh kalau keluar kata makar,” tutur Arqam.
Senada dengan Tadjuddin Rachman. Pengacara senior Sulawesi Selatan itu memastikan gerakan #2019GantiPresiden sejalan dengan peraturan perundang-undangan dan tidak ada pelanggaran yang ditimbulkan.
Menurutnya, yang patut disesalkan jika pihak aparat justru terkesan melakukan pembiaran atas pihak yang menuntut pembubaran atau penghadangan kepada tokoh dari penggerak #2019GantiPresiden itu.
“Itu pelanggaran HAM terberat jika aparat membiarkan. Selama tidak ada kata makar atau upaya-upaya melawan negara, maka tidak ada masalah dengan #2019GantiPresiden ini,” jelas Tadjuddin.
Acara peresmian dan diskusi itu diakhiri dengan pembacaan doa oleh Ustad Firdaus Malie dan foto bersama dengan para relawan. (aras/des)