JAKARTA (Panjimas.com)– Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta masyarakat untuk membantu pemerintah mengurangi impor untuk mengatasi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Hal itu penting untuk mengurangi defisit neraca perdagangan.
Salah satu caranya, yakni dengan tidak mengimpor barang-barang mewah.”Mungkin jumlahnya tidak besar tetapi perlu untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa suasana ini, suasana berhemat,” ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (5/9).
“Suasana kita tidak perlu impor barang mewah, enggak usah Ferrari, Lamborghini masuk, enggak usah mobil-mobil besar, yang mewah-mewah. Tak usah parfum-parfum mahal atau tas-tas Hermes,” sambungnya.
Pemerintah, tutur Kalla, akan berupaya meningkatkan ekspor sumber daya alam dan coba menurunkan impor yang tidak perlu. Di sisi lain, peningkatan lokal konten juga perlu ditingkatkan sehingga industri tak banyak mengimpor barang.
Selain itu, pemerintah juga meminta agar ekspor dilakukan secara efesien. Sebab, uang hasil ekspor banyak disimpan di luar negeri. Padahal, kalau dana itu disimpan di bank di dalam negeri atau Bank Indonesia, maka dana itu akan menambah ketersediaan dana di dalam negeri. “Ya, selama itu disimpan di bank nasional atau di BI enggak apa-apa cadangan kita baik. Itu akan memperkuat rupiah kalau cadangan baik,” kata Kalla.
Harga Kedelai Melonjak
Sementara itu, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita akan memeriksa harga jual kedelai di pasar. Hal itu lantaran terdapat keluhan dari pedagang tahu dan tempe terkait kenaikan harga kedelai imbas pelemahan rupiah.
“Saya belum ter-update apakah benar kenaikan seperti itu, Saya akan telpon mereka, naikkan berapa, dan apa dasarnya. Saya akan cek,” kata Enggar di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta pada Kamis (6/9).
Enggar mengaku cukup terkejut dengan adanya keluhan pedagang tahu dan tempe. Menurut dia, pelemahan nilai tukar rupiah berdampak minim pada harga kedelai. Hal itu karena pangsa pasar ekspor kedelai AS terbatas sejak adanya perang dagang.
“Para distributor, para importir, kemudian penjual kedelainya itu mereka sudah berjanji untuk tidak seenaknya menaikkan dengan pendekatan nilai kurs. Karena dia tahu marketnya adalah pedagang tahu tempe,” kata Enggar.
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mulai berdampak pada para perajin tahu dan tempe di Kota Sukabumi, Jawa Barat. Hal itu karena, harga kedelai yang dibeli perajin mulai mengalami kenaikan harga akibat pelemahan nilai mata uang rupiah. “Akibat dolar naik maka otomatis harga kacang kedelai naik,” ujar salah seorang perajin tahu di Kecamatan Karangtengah, Kecamatan Gunungpuyuh, Kota Sukabumi Samsizar (53), Kamis (6/9).
Kenaikan harga kedelai tersebut berdampak pada biaya produksi yang meningkat dan menyebabkan keuntungan berkurang. Menurut Samsizar, kenaikan harga kedelai karena pasokannya sebagian besar dari impor. Pada tiga hari yang lalu harga kedelai yang dibelinya mencapai Rp 7.600 per kilogram. Beberapa waktu sebelumnya harga kedelai hanya Rp 7.400 per kilogram. “Saat ini kemungkinan harga kedelai makin naik karena dolar AS menembus Rp 15.000,” kata Samsizar.
Di sisi lain, ungkap Samsizar, dengan harga dolar AS naik maka daya beli masyarakat akan melemah dan mengurangi pembelian tahu. Hal itu akan berdampak pada berkurangnya produksi dan omzet penjualan. Sehingga, kata Samsizar, saat ini biaya produksi meningkat sementara penjualan menurun. Oleh karena itu, perajin tahu menyiasati kenaikan kedelai dengan memperkecil ukuran dan mengurangi produksi.
Awalnya, kata Samsizar, dalam sehari ia mengolah sebanyak 4 kuintal kedelai menjadi tahu. Sementara saat ini bahan baku kedelai yang diolahnya turun menjadi dua kuintal. “Kami berharap pemerintah segera mungkin swasembada kedelai tidak hanya mengandalkan impor,” ujar Samsizar. Sebab jika impor maka harga kedelai akan tetap bergantung pada nilai kurs dolar AS.
Samsizar juga berharap adanya upaya pemerintah untuk menekan lonjakan harga kedelai. Salah satu caranya bisa dengan memberikan subsidi terhadap komoditas kedelai sehingga harga tidak mengalami kenaikan.
Pertamina dan Harga BBM
Nilai tukar rupiah terhadap dolar sempat menyentuh angka Rp 15.0000 per dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa (4/9/2018). PT Pertamina (Persero) memastikan tidak akan menaikkan harga BBM meskipun ada pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan pembatasan impor.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito mengatakan Pertamina akan memastikan penyediaan BBM untuk masyarakat ditengah pergolakan ekonomi.
“Harga BBM Pertamina masih tetap dan belum ada rencana penyesuaian harga,” kata Vice President Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito, di Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 34 tahun 2018 tentang perhitungan harga jual eceran BBM, Pertamina akan melaporkan kepada pemerintah terlebih dulu apabila akan dilakukan penyesuaian harga.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan juga menegaskan pemerintah tidak akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi yakni minyak tanah, minyak solar dan premium. Penegasan tersebut terkait adanya isu pemerintah yang bakal menaikan harga BBM karena adanya pelemahan rupiah.
“Pemerintah tidak rencanakan kenaikan harga dalam waktu dekat,” tegas Jonan saat konferensi pers di kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Selasa (4/9/2018). (des)