JAKARTA, (Panjimas.com) – Mencermati situasi ekonomi saat ini rasanya banyak diantara masyarakat Indonesia yang sangat cemas dan takut. Pakar Ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng menyampaikab analisanya kepada Panjimas pada Rabu (5/9).
Meski sedang krisis menuju sekarat, pemerintah tidak bisa berhemat atau menyerukan penghematan umum atau dalam bahasa lama tidak bisa mengecangkan ikat pinggang.Kalau berhemat ekonomi tambah loyo, bisa bisa pertumbuhan ekonomi negatif.
“Jadi tetap boros yah dan mengapa bisa seperti itu ? Karena indikator utama kemajuan ekonomi adalah seberapa mampu melakukan pemborosan, seberapa banyak belanja, beli, beli dan beli. APBN harus naik, tidak boleh turun. Darimana uangnya ? Utang, utang, kredit kredit. Apa yang terjadi kemudian? ketika tidak mampu lagi melakukan pemborosan, tidak punya uang, tidak bisa utang lagi, akhirnya stres, gila, bunuh diri,” ujar Salamun Daeng.
Menurutnya strategi boros ini tidak hanya pada level pemerintah, tapi juga pada korporasi. Mereka berlomba lomba merancang pengeluaran yang besar besar. Sebagai contoh dalam kasus listrik. Listrik Indonesia jelas sudah mengalami over supply atau kelebihan pasokan sejak tahun 2014. Tapi pemerintah memaksakan diri dengan proyek 35 ribu megawatt demi menggenjot pengeluaran proyek dan memburu utang. Akibatnya benar benar terjadi kelebihan pasokan listrik yang berlipat ganda.
Akibatnya PLN pun kesulitan menjual listrik, masyarakat diserukan untuk menambah konsumsi listrik, bukannya berhemat di saat krisis, diminta tambah daya, tambah penggunaan AC dll. Padahal laporan kondisi keuangan Indonesia oleh seluruh lembaga survey terkemuka menyatakan daya beli tengah menurun.
Anomalinya inflasi tinggi sementara daya beli turun ini adalah aneh. Tidak ada satupun teori ekonomi yang masuk akal untuk membenarkan keadaan Indonesia “daya beli turun tapi inflasi tinggi” ajaib! Siapa yang beli barang sampai inflasi tinggi? Mestinya daya beli turun ya inflasi rendah karena daya beli tidak ada. Teori ekonomi begitu bunyinya.
Bagaimana ini bisa terjadi? Rupanya ini karena listrik lagi. Harga listrik tergeret naik oleh kebijakan. Mengapa karena pemerimtah menetapkan Harga Acuan Batubara (HBA) terlalu tinggi hingga lebih dari 100 dolar/ton. Harga batubara ini menjadi acuan pembelian energi primer PLN. Otomatis harga listrik naik. HBA tinggi menjadi dasar dalam harga pembelian PLN pada listrik swasta. Saat bersamaan nilai tukar rupiah merosot, sementara bahan bakar bagi PLN dibeli dengan dolar.
“Mengapa pemerintah menetapkan HBA tinggi? Bukankah batubara ini punya Indonesia dan indonesia produsen batubara salah satu yang terbesar di dunia? Rupanya HBA tinggi ini ditetapkan pemerintah agar bisa menyerap pajak tinggi sekaligus memperkaya pedagang batubara dan penjual listrik swasta. Ini ekonomi jebakan batman yang berujung makan buntut sendiri. Tanya menteri ESDM sejak dia dilantik langsung menaikkan HBA,” tutur Daeng.
Satu satunya yang bisa membuat PLN bisa bertahan tidak segera ambruk adalah masyarakat harus mau membayar listrik mahal dan mengkonsumsi listrik sebanyak banyaknya. Kalau tidak maka PLN akan segera bangkrut karena tidak bisa bayar utang proyek 35 ribu megawatt. Ada cara lain dengan mencari utang baru gali jurang tutup lobang. Buat apa yak?
“Inilah wajah ekonomi Indonesia yang mau tampak hebat, tampak megah, tampak.kaya, dengan cara belanja banyak banyak dari kredit dan utang. Sumber dana belanja menipis, akhirnya stres karena gak ada yang mau kasi utang lagi, tidak lagi dipercaya pemberi utang, akibatnya gak bisa bayar utang, berakhir gantung diri atau bisa saja jadi gila,” pungkasnya. [ES]