BIREUN (Panjimas.com) – Pemerintah Kabupaten Bireuen mengeluarkan standarisasi warung kopi/cafe dan restoran untuk penyesuaian dengan Syariat Islam. Menurut Bupati Bireuen H Saifannur SSos, imbauan tersebut dikeluarkan guna menyahuti keresahan ulama terhadap pergaulan muda-mudi belakangan ini.
“Banyak ulama yang datang ke saya, beliau mempertanyakan tentang pergaulan muda-mudi di kafee kafee. Demi terpeliharanya martabat wanita, maka kami keluarkan standarisasi kedai kopi itu,” kata Saifannur, Rabu, 5 September 3018.
Standarisasi yang telah beredar luas dan memunculkan tanggapan pro-kontra di masyarakat, menurut Bupati Saifannur, bukan untuk mengangkangi aktifitas perempuan, tapi untuk memelihara martabat perempuan.
“Saya sendiri telah memantau perkembangan kedai kopi yang ada di Kabupaten Bireuen. Ada yang tidak sesuai, duduk berdua-duaan di satu meja. Kan tidak elok itu, maka perlu diimbau untuk lebih terarah, sesuai syariat,” ujar Saifannur.
Ditegaskannya, dengan diberlakukannya Syariat Islam di satu kabupaten tidak akan mematikan perekonomian masyarakat. Menurut bupati, Tuhan telah menjamin rizki hamba-Nya. “Kita jangan terpengaruh dengan budaya orang. Untuk tegaknya syariat, ya kita ummat Islamlah yang harus menjalankannya. Masa di negeri syariat tidak boleh kita terapkan ketentuan syariat,” sebut Saifannur.
Membangun Kabupaten Bireuen, diungkapkan Bupati Saifannur, tidak hanya pisik saja, tapi harus seimbang dunia akhirat. “Kalau ada yang berpendapat bangun pisik dulu nanti baru moral, pikiran semacam itu saya kira keliru besar. Kita harus sejalan membangun pisik juga bangun moral. Ini pula yang selalu diingatkan oleh para ulama pada saya,”sebutnya.
Terkait dengan pro kontra atas imbauannya itu, nilai Saifannur adalah hal yang wajar. “Tapi ulama dan tokoh tokoh pendidikan mendukung saya,” sebutnya.
Di sisi lain, bupati yang berlatarbelakang pengusaha bidang jasa kontruksi ini memang mengakui, ada kekurangan redaksi dalam imbauan tersebut. Namun dia yakin maksud yang ingin disampaikan bisa dicerna dengan baik oleh masyarakat.
standarisasi warung kopi/cafe dan restoran kini mendapat tanggapan pro dan kontra di masyarakat luas. Hal yang menjadi perdebatan yaitu tentang poit batas keluar rumah bagi perempuan dan larangan ngopi semeja bagi laki dan perempuan non-mahram. [AW/Rimbaraya]