JAKARTA (Panjimas.com) — Dunia dakwah kembali dikejutkan oleh berita persekusi Ustadz Abdul Somad (UAS). Sejak awal bulan September beredar kabar tentang pembatalan kunjungan dakwah yang dilakukan UAS ke beberapa kota di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan D.I Yogyakarta.
Hal ini kemudian diklarifikasi UAS lewat akun Instagram-nya (2/9/18) dengan alasan bahwa kegiatan dakwah UAS sebelumnya di beberapa kota di Jawa Tengah mendapat tekanan, ancaman, intimidasi, serta upaya pembatalan.
Situasi tersebut menyebabkan beban panitia serta kondisi psikologis jamaah dan UAS sendiri semakin berat dan tertekan. Berita persekusi Ustadz Abdul Somad ini akhirnya menjadi viral dan banyak dibahas di beberapa surat kabar cetak ataupun online hingga saat ini.
Terkait gangguan kegiatan dakwah melalui persekusi yang dialami UAS dan pembatalan agenda dakwah UAS di Jawa Timur, Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta dari pihak menejemen UAS, Forum Silaturrahim Alumni Mesir (FSAM) dalam siaran pers yang diterima Panjimas, Selasa (4 September 2018 M), menyatakan sikapnya:
Pertama, kegiatan dakwah di bumi Indonesia sudah berjalan ribuan tahun sejak abad 8 M hingga berdiri kesultanan Islam di Nusantara jauh sebelum Indonesia merdeka, hingga kini. Dalam masyarakat Indonesia, dakwah dipahami pada fungsinya sebagai pengawal tegaknya amar ma’ruf nahi munkar dalam makna yang luas.
Dakwah di Indonesia telah berjalan dengan cara melembaga ataupun dalam bentuk kegiatan individu pendakwah. Kegiatan itu telah hidup dan berkembang secara harmonis dari waktu ke waktu. Maka, kegiatan dakwah di Indonesia harus selalu diberikan perlindungan oleh Pemerintah agar tidak terjadi penghambatan di wilayah NKRI.
Kedua, Ustadz Abdul Somad (UAS) adalah salah satu da’i yang sangat fenomenal. Beliau adalah salah satu aset umat Islam sekaligus putra terbaik yang dimiliki Indonesia. Keluasan ilmu, kecerdasan analisa, dan kemampuan retorikanya menjadi daya tarik tersendiri sehingga dakwahnya amat disukai banyak kalangan masyarakat tanah air, bahkan juga mancanegara.
Isi dakwah dan ceramahnyapun sangat bersesuaian dengan ASWAJA, pemahaman Islam mayoritas di negeri ini. Hampir semua kalangan, mulai dari NU, Muhammadiyah, hingga organisasi non agama menerima UAS dengan antusias.
Ceramahnya juga kerap terkait dengan kebangsaan dan cinta NKRI. Hal ini dibuktikan dengan banyak lembaga tinggi megara, TNI, dan POLRI yang ikut mengundang dan menikmati isi ceramah UAS. Wilayah dakwahnya memanjang dari perkotaan, pedesaan bahkan sampai ke wilayah pedalaman yang sulit ditempuh pendakwah biasa.
Ketiga, Ustadz Abdul Somad (UAS) adalah salah satu dari calon Wakil Presiden hasil rekomendasi ijtimak Ulama di Jakarta bulan Juli 2018. Namun dengan segala kerendahan hatinya UAS menolak halus permintaan masyarakat muslim Indonesia melalui ijtimak tersebut. Bahkan UAS minta kepada jamaah agar didoakan ‘tetap menjadi Ustazd sampai mati’. Artinya, UAS adalah pencinta dakwah sejati dari sedikit yang dimiliki bangsa ini.
Keempat, Ustadz Abdul Somad (UAS) tetap tak lepas dari fitnah dan tuduhan-tuduhan yang tak berdasar. Ketegasannya dalam menyampaikan dakwah dimaknai oleh segelintir orang dengan label ‘anti kebhinekaan’ dan ‘anti NKRI’.
Semua ini cenderung fitnah dan mengada-ada, serta tidak boleh dibiarkan terjadi dalam kegiatan dakwah karena bisa membuat gaduh dan merusak harmonisasi perkembangan dakwah ke depan. Hal ini harus diwaspadai karena dapat menyebabkan hilangnya rasa aman seorang pendakwah.
Pernyataan sikap tersebut ditandatangani oleh KH. Dede Muharram, Lc. (Ketua Umum FSAM), Dr. H. Ulil Amri Syafri, Lc., MA (Sekjen), dan KH. Fahmi Salim, MA (Jubir). (des)