JAKARTA, (Panjimas.com) – Pendataan dan verifikasi kerusakan rumah akibat gempa Lombok terus dilakukan di 7 kabupaten/kota di wilayah Pulau Lombok dan Sumbawa. Petugas terus melakukan verifikasi sesuai tingkat kerusakan rumah yaitu rumah rusak berat, rusak sedang dan rusak ringan sesuai nama pemilik dan alamat. Bahkan di beberapa daerah juga dicantumkan foto rumahnya.
Data sementara kerusakan rumah hingga Rabu (29/8/2018) terdapat 83.392 unit rumah rusak, dimana 32.129 unit rumah sudah diverifikasi. Dari 32.129 rumah rusak yang sudah terverifikasi terdapat 16.231 unit rumah rusak berat, sedangkan sisanya rusak sedang dan rusak ringan. Jumlah rumah rusak ini masih dapat bertambah mengingat proses pendataan masih berlangsung. Petugas dari Dinas PU, BPBD, SKPD dan relawan masih melakukan pendataan.
Demikian yang disampaikan oleh Sutopo Purwo Nugroho selaku Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB kepada Panjimas lewat pesan tertulisnya pada Rabu (29/8).
Sebaran 83.392 unit rumah rusak terdapat di Kabupaten Lombok Utara 23.098 unit (terverifikasi 12.493 unit), Lombok Barat 37.285 unit (11.787 unit), Lombok Timur 7.280 unit (3.121 unit), Lombok Tengah 4.629 unit (3.246 unit), Kota Mataram 2.060 unit (1.482 unit) dan Sumbawa 9.040 unit (belum terverifikasi).
“BNPB telah menyalurkan bantuan perbaikan rumah sebesar Rp 250 milyar. BNPB sudah mengajukan tambahan anggaran ke Kementerian Keuangan untuk bantuan perbaikan rumah. Upaya mempercepat perbaikan rumah terus dilakukan. 20 unit rumah contoh dengan teknologi tahan gempa RISHA (Rumah Instan Sederhana Sehat). Kementerian PUPERA akan mengerahkan 400 orang insinyur untuk membantu percepatan pemulihan rehabilitasi dan rekonstruksi. ,” tutur Sutopo.
Saat ini masih dilakukan rekuitmen 135 orang tenaga fasilitator pendamping. Perbaikan perumahan dan permukiman nantinya dikerjakan oleh masyarakat dengan menggunakan pola Rekompak (Rehabilitasi dan Rekonstruksi Permukiman Berbasis Komunitas). Pola Rekompak ini telah berhasil diterapkan dalam pascabencana gempa Yogyakarta dan Jawa Tengah tahun 2006, pascaerupsi Gunung Merapi tahun 2010, pascagempa Pidie Jaya 2016, dan lainnya
Sementara itu, perbaikan darurat fasilitas publik seperti pasar darurat, sekolah, puskesmas, perkantoran juga dilakukan agar aktivitas masyarakat dapat segera berjalan kembali.
Sebagian masyarakat telah kembali melakukan aktivitas di pasar. Sebagian juga tetap melakukan aktivitas di ladang, kebun dan lahan pertaniannya. Saat siang hari mereka bekerja, dan malam hari mereka tinggal di pengungsian atau tenda.
“Pembersihan puing-puing bangunan roboh terus dilakukan oleh aparat gabungan dengan mengerahkan alat-alat berat. Masyarakat di Lombok dan Sumbawa juga bergotong royong memperbaiki rumah dan membersihkan lingkungan pascagempa. Masyarakat adat di Desa Senaru, Lombok Utara, meski daerahnya luluh lantak diguncang gempa berkali-kali, namun mereka tetap bertahan hidup dengan semangat kebersamaan. Masyarakat segera bergotong royong untuk kembali bangkit setelah bencana yang melanda. Semangat kegotongroyongan dalam membangun kembali desa adat Senaru yang terdampak gempa, baginya itulah semangat asli dari suku Sasak,” kata Sutopo.
Sesungguhnya masyarakat Lombok dan Sumbawa memiliki kearifan lokal yang luar biasa. Mereka hidup dan berkembang dengan peradaban yang dimilikinya sesuai dengan alamnya yang memang rawan gempa. Mereka telah memiliki daya adaptasi dan harmoni dengan alamnya. Masyarakat memiliki pemahaman bahwa alam memang sedang menuju keseimbangan. Berkah atau musibah tergantung bagaimana kita menyikapinya. Sudah sejak ribuan tahun yang lalu masyarakat kita belajar tabiat alam. Maka lahirlah kearifan-kearifan lokal. Ini adalah modal sosial yang luar biasa. Yang harus kita tumbuhkembangkan sebagai bagian dari upaya kita untuk mewujudkan masyarakat yang tangguh bencana.
“Sementara itu, dampak gempa Lombok, hingga saat ini (29/8/2018) tercatat 560 orang meninggal dunia, 1.469 orang luka-luka, dan 396.032 orang mengungsi. Kerusakan fisik meliputi 83.392 unit rumah rusak, dan 3.540 unit fasilitas umum dan fasilitas sosial rusak,” ujarnya.
Distribusi bantuan untuk pengungsi terus disalurkan hingga saat ini. Masa transisi darurat ke pemulihan ditetapkan Gubernur NTB selama 180 hari yaitu 26/8/2018 hingga 26/2/2019. Pemerintah Pusat terus mendampingi Pemda NTB dan kabupaten/kota terdampak gempabumi.
“Kebutuhan mendesak saat ini untuk korban gempa di Lombok dan Sumbawa adalah tenda, terpal, logistik makanan, khususnya makanan siap saji, air bersih, MCK, sanitasi, layanan kesehatan, trauma healing, selimut, tikar, seragam anak-anak sekolah dan peralatan sekolah, kebutuhan bayi dan balita, kebutuhan wanita, peralatan dapur untuk memasak, dan lainnya,” pungkasnya. [ES]