JAKARTA (Panjimas.com) — Makna merdeka menurut Ketua Umum Parmusi Usamah Hisyam adalah bila bangsa ini terbebas dari kemiskinan dan kebodohan. Secara luas, merdeka itu memenuhi seluruh multidimensi kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial dan budaya.
“Merdeka jiwa dan raga harus dibuktikan dengan adanya keberkahan dan terwujudnya keadilan sosial. Hal itu tercapai, bila bangsa ini mendapat ridho Allah Swt. Tanpa ridho-Nya, cita-cita untuk mewujudkan keadilan sosial dan keberkahan,” ungkap Usamah kepada wartawan, usai memperingati Hari Kemerdekaan RI ke-73.
Dalam mengawal perjalanan kemerdekaan RI ke- 73 ini, Parmusi sebagai ormas Islam senantiasa mengajak rakyat Indonesia, khususnya umat Islam agar menjalankan syariat Islam, sehingga menuntun perilaku dalam aspek kehidupan dengan bingkai NKRI. Jika umat Islam telah menjalankan syariat Islam, keberkahan dan pemimpin yang adil akan datang.
Sebuah ancaman yang besar bagi NKRI, bila pejabatnya memiliki sifat munafik. Mereka bicara Pancasila, tapi tidak menjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri. “Mengamalkan sila pertama Pancasila misalnya, umat beragama harus melaksanakan ibadah menurut agamanya masing-masing. Ibadah harus dinomorsatukan. Ironis, mengaku Pancasilais, tapi berprilaku korupsi dan tidak menunaikan shalat. Sebetulnya orang itu bukan Pancasilais, melainkan hanya pancasilais retorika,” tegas Nahkoda Parmusi itu mengingatkan.
Usamah menegaskan, negeri ini butuh pemimpin masa depan yang mampu merealisasikan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Itulah harapan Parmusi. Diakui, hingga saat ini keadilan itu belum terwujud. Buktinya, masih ada rakyat Indonesia yang belum menikmati jaminan kesehatan dan pendidikan berkualitas. Karena itu, negara wajib mejamin keadilan bagi rakyatnya.
Satu hal terpenting, pemimpin yang diharapkan Parmusi adalah pemimpin yang mampu mendekatkan umaro (pemerintah) dengan ulama. Negeri ini harus dikawal oleh ulama agar mencapai ridho Allah Swt. (des)