JAKARTA (Panjimas.com) – Mahfud MD blak-blakan saat berbicara di program Indonesia Lawyers Club (ILC), yang tayang di TVOne, Selasa (14/8) malam. Banyak dari partai koalisi dan Nahdlatul Ulama sendiri tak setuju Mahfud menjadi pendamping Jokowi di Pilpres 2019, karena ia dianggap bukan kader NU.
Sebelumnya, Mahfud menjadi salah satu sosok yang bakal menjadi cawapres Jokowi. Ia bersaing dengan sejumlah nama lain seperti, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum Golkar Airlanggara Hartarto, Ketum PPP Muhammad Romahurmuzy, Kepala KSK Moeldoko, hingga Ketua MUI Ma’ruf Amin.
Dalam karir politiknya, Mahfud pernah tercatat menjadi sebagai ketua tim pemenangan pasangan capres Prabowo Subianto dan cawapres Hatta Rajasa di Pilpres 2014. Namun, pasangan tersebut kalah dari pasangan Jokowi-Jusuf Kalla.
Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Said Aqil Siroj menyatakan Mahfud MD bukan kader Nahdlatul Ulama. Ia juga menyebut Mahfud belum pernah menjabat sebagai pengurus organisasi yang berafiliasi dengan NU, seperti PMII atau IPNU. “Pak Mahfud orang yang belum pernah menjadi kader NU,” ujar Said di Kantor PBNU, Jakarta, Rabu (8/8).
Said mengatakan kedekatan Mahfud dengan NU hanya sebatas kultural. Sebab, ia menyebut latar belakang keluarga Mahfud berasal dari kalangan NU. “Tapi dia (Mahfud) belum pernah menjadi aktivis NU,” ujarnya.
Meski menyatakan hal tersebut, Said menegasakan PBNU tidak memiliki komentar soal peluang Mahfud sebagai calon wakil presiden untuk mendampingi Jokowi. Sebab, ia menegasakan NU bukan sebuah organisasi politik. “Kalau NU tidak dukung-dukungan. Partai politik yang dukang dukung. Kalau NU kan mendoakan,” ujar Said.
Sejalan, Ketua PBNU Robikin Emhas juga menyatakan Mahfud bukan kader NU. Bahkan ia menyatakan Mahfud tidak masuk ke dalam daftar kalangan NU yang direkomendasikan sebagai cawapres bagi Jokowi. “Itu sudah dibicarakan berkali-kali bahwa tidak termasuk yang disebut,” ujar Robikin.
Mahfud MD Angkat Suara
Lewat tayangan ILC ini, Mahfud mengungkapkan bagaimana hubungannya dan kontribusinya untuk organisasi Islam terbesar di Indonesia itu. “Saya juga minta maaf kepada keluarga besar Nahdatul Ulama itu ribut-ribut soal kader. Lho Pak Mahfud itu kan bukan NU. Ya aneh bagi saya kalau saya bukan NU, Saya ini lahir di Madura, di pondok pesantren NU, Madrasah Ibtidaiyah-nya NU,” kata Mahfud MD.
“Kemudian juga saya ikut dalam kegiatan-kegiatan NU misalnya saya menjadi rektor di Universitas Islam Kediri yang bernaung di bawah NU miliknya Kiai Iskandar. Saya aktif di The Wahid Institute itu juga afiliasinya NU ,” lanjut Mahfud.
“Dan yang resmi ni ada Nusron Wahid … Saya ini pengurus Ansor periodenya Nusron Wahid, yang tanda tangan SK-nya tu Aqil Siradj,” jelas pria berusia 61 tahun ini.
Tak hanya itu, Mahfud juga menyebutkan kontribusinya untuk NU. “Saya juga sampai hari ini adalah pengurus ISNU [Ikatan Sarjana NU], ketua dewan kehormatan di ISNU, yang melantik juga Pak Aqil Siradj. Dan, Pak Aqil Siradj dulu sering menyebut saya sebagai kader NU,” ungkap Mahfud.
Mahfud juga mengaku Aqil Siradj pernah meminta tolong padanya saat ada masalah pada satu kader NU yang menjadi menteri terlibat kasus Duren. “Begitu ada kasus politik gini bilangnya bukan Kader haha. Tapi ini cuma guyonan. Saya menganggap ini guyon aja, ” kata Mahfud sambil tertawa.
Mahfud pernah ditanya akan yang diberikannya untuk NU, Mahfud pun mempertanyakan balik apa yang sudah dilakukan Said Aqil Siraj pada NU.”Saya ditanya apa tu yang diberikan Mahfud pada NU,apa ya yang saya berikan, gak ada. Kalau saya tanya yang diberikan Pak Said Aqil (pada NU) juga apa ya?” ucap Mahfud.
Mahfud juga mengungkapkan, jika ada satu hal kecil yang pernah ia lakukan untuk NU khususnya untuk keberlangsungan Pondok Pesantren yang menjadi tradisi pendidikan NU.”Pada tahun 2009 itu ada undang-undang BHP, saya masih ketua MK, di undang-undang BHP itu ada satu pasal yang menyatakan semua lembaga pendidikan itu harus berbentuk badan hukum tertentu yang diatur dan diawasi oleh pemerintah, kalau tidak nanti akan dijatuhi sanksi oleh pemerintah,” ungkapnya.
Nah yang menggugat ini adalah perguruan tinggi yang merasa tidak mampu atau dianaktirikan oleh undang-undang BHP itu.
Mantan Menteri Pertahanan era Kepresidenan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tersebut juga menilai jika undang-undang ini tidak dibatalkan akan membahayakan bagi pondok pesantren.
Karena menurutnya, kalau laporan keuangan tidak benar, maka bisa disita oleh negara. Apalagi pada umumnya di pondok pesantren tidak ada keuangan terpisah antara uang pesantren dan uang pengasuh pondok dalam hal ini Kiai. “Saya laporkan ini pada Kiai Anwar Iskandar di Kediri, akhirnya saya batalkan Undang-undang ini, kalau ndak, bubar pesantren-pesantren,” paparnya.
Lalu Mahfud juga menjelaskan jika kontribusi yang dimaksud Said Aqil adalah dalam bentuk material, maka Mahfud mengaku memang tidak melakukan itu. “Kalau perbuatan bukan dalam bentuk uang ya, kalau saya disuruh nyumbang uang saya enggak ada, wong saya juga gak ada uang, kan di NU juga banyak yang cari uang begitu,” jelas Mahfud. (des)