JAKARTA (Panjimas.com) — Pemilihan cawapres Jokowi memang sempat menuai kontroversi. Pasalnya, nama Mahfud yang pada detik terakhir pengumuman paling santer akan dipilih Jokowi, tiba-tiba tersingkir. Jokowi akhirnya memilih KH. Ma’ruf Amin sebagai cawapresnya.
Mahfud pun menceritakan kronologi di balik tersingkirnya dia pada detik terakhir jelang pengumuman nama cawapres. Berdasarkan cerita dari Muhaimin, pada Rabu (8/8) atau satu hari sebelum pengumuman cawapres Jokowi, ada pertemuan di Kantor PBNU antara Kiai Ma’ruf Amin, Ketua PBNU Said Aqil Siroj, dan Ketua PKB Muhaimin Iskandar.
“Terus saya tanya gimana tuh main ancam-ancam? Itu yang nyuruh kiai Ma’ruf,” kata Mahfud menirukan pengakuan Muhaimin kepada dirinya.
Mahfud melanjutkan bahwa pertemuan di PBNU digelar tak lama setelah ketiganya dipanggil Jokowi ke Istana untuk diminta masukan soal nama cawapres. Dalam pertemuan di istana, Mahfud mengatakan bahwa Jokowi tak menyebut nama-nama untuk dipilih.
“Ketemulah tiga orang ini di PBNU dan berkesimpulan bahwa mereka bukan calonnya karena waktu dipanggil tak disebut [nama] calon,” kata Mahfud.
“Lalu mereka sepertinya marah-marah membahas, kemudian kiai Ma’ruf (bilang) ‘Kalau begitu kita nyatakan kita tak bertanggungjawab secara moral atas pemerintahan ini kalau bukan kader NU yang diambil [jadi cawapres]’. Ini kata Muhaimin,” kata Mahfud melanjutkan.
Pada hari Rabu itu, salah satu Ketua PBNU Robikin Emhas memang sempat mengeluarkan pernyataan kepada media terkait cawapres Jokowi. Dalam pernyataannya Robikin mengatakan bahwa warga Nahdliyin merasa tak punya tanggung jawab moral jika kader NU tidak menjadi cawapres Jokowi.
Kader NU yang dimaksud Robikin tidak termasuk nama Mahfud karena pada hari yang sama Said Aqil menyatakan bahwa mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu bukan kader NU.
Kata Mahfud setelah pernyataan Robikin itu sejumlah tokoh NU membantahnya. Namun berdasarkan cerita Muhaimin kepada dirinya, Mahfud mengatakan pernyataan itu memang ada. “Robikin bilang begitu ke pers. Ini kata Muhaimin. Didikte kalimatnya oleh kiai Ma’ruf, ‘begini, loh, Robikin’,” kata Mahfud.
Sebelum penentuan nama KH. Ma’ruf sebagai cawapres, sudah mengerucut pada satu nama, yakni Mahfud MD. Kemudian Mahfud pun diminta untuk bersiap-siap, termasuk menyiapkan persyaratan administrasi. Setelah itu nanti pada saatnya akan diumumkan oleh Jokowi sendiri.
Mahfud kemudian diminta untuk melakukan satu hal yang belum beres. Yakni berkomunikasi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Meski merasa dirinya tidak dicalonkan oleh PKB, namun Mahfud tetap melakukan komunikasi dan menemui orang-orang yang dianggap berpengaruh dengan Ketum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin. Namun dia tidak menyebut siapa orang-orang berpengaruh terhadap Cak Imin yang ia temui.
Sudah Ukur Baju
Pada hari Kamis (9/8) atau hari deklarasi. Mahfud ditelepon oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno untuk menyiapkan curicculum vitae (CV). Pada saat bersamaan dia juga dikontak ajudan Presiden untuk datang ke Istana guna keperluan mengukur baju. Namun dia menolak, karena waktunya yang mepet dengan waktu deklarasi pada pukul 16.00 WIB di Plataran Proklamasi.
Dia kemudian datang ke Istana membawa baju sendiri yang nantinya akan disesuaikan ukurannya dengan ‘seragam’ yang sama digunakan Jokowi pada hari pendaftaran. Dia ke Istana juga sekaligus mengantar CV seperti yang diminta Pratikno.
Di hari yang sama, tepatnya pukul 13.00 WIB, Mahfud juga dikontak Teten untuk datang ke lokasi deklarasi. Dia diminta menunggu di sebuah restoran yang tak jauh dari sana, sehingga ketika diumumkan dia tinggal menyeberang dan menampakkan diri. “Itu yang terjadi,” ujar Mahfud.
Lalu seperti yang sudah terjadi saat pengumuman oleh Jokowi, bukan nama Mahfud yang keluar. Justru nama Ketua MUI sekaligus Rais Aam PBNU Ma’ruf Amin yang dipilih Jokowi untuk menjadi cawapres pada Pilpres 2019.
Pratikno kemudian juga memberi tahu bahwa memang pada saat itu ada perubahan nama cawapres. Mengetahui itu, Mahfud pun pulang dan meninggalkan restoran tempatnya menunggu. “Saya kemudian diburu wartawan. Saya katakan ya sudah ndak apa-apa, saya menerima itu sebagai realitas politik,” ujarnya.
“Saya katakan ndak kecewa, kaget saja. Karena di dalam politik itu berubah dalam tiba-tiba. Ditanya bapak sakit hati nggak? Tidak. Karena keperluan negara ini jauh lebih penting ketimbang sekadar nama Mahfud MD dan Ma’ruf Amin dan sebagainya,” ujar Mahfud
Tersinggung Ucapan Romi PPP
Mahfud MD mengaku tersinggung dengan ucapan Ketum PPP Romahurmuziy alias Romi usai deklarasi itu. Kata Mahfud, Romi mengatakan bahwa tidak ada yang menyuruh Mahfud, dari menjadi cawapres sampai bikin baju yang seragam dengan Jokowi. Semua disebut Romi adalah keinginan Mahfud sendiri. “Saya agak tersinggung. Padahal Romi sendiri sehari sebelumnya yang memberi tahu bahwa saya sudah final,” ujar mantan anggota Komisi III DPR ini.
Tak lama kemudian Mahfud dipanggil ke Istana oleh Jokowi. Eks Wali Kota Solo dan Gubernur DKI itu menjelaskan situasi yang serba sulit saat detik-detik deklarasi tersebut. Ketika itu, Jokowi mengatakan bahwa sesungguhnya ada Rabu sore itu nama Mahfud yang sudah diputuskan menjadi cawapresnya. Namun tiba-tiba partai koalisi datang dan mengajukan kandidatnya masing-masing.
Jokowi saat itu tak bisa menolak keinginan partai koalisi karena dia bukan sebagai ketum partai. Di sisi lain koalisi ini harus segera disetujui dan ditandatangani bersama
“Lalu saya katakan, bapak tidak salah, kalau saya jadi Pak Jokowi mungkin saya akan melakukan hal yang sama. Oleh sebab itu bapak tidak usah merasa bersalah. Saya terima ini dengan ikhlas. Negara ini harus maju ke depan,” ujar Mahfud.”Jadi itu perjalanan saya dalam kasus ini,” tutup Mahfud. (des)