JAKARTA, (Panjimas.com) – Simpang siurnya pemberitaan di media soal kehalalan imunisasi Rubella yang belakangan ramai dibicarakan di masyarakat, terjawab sudah saat diadakannya pertemuan antara pihak Pemerintah (Departemen Kesehatan) yang diwakili Menteri Kesehatan ketika bertemu dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Pertemuan yang berlangsung pada hari, Jumat (3/8), di kantor MUI Pusat itu selain dihadiri oleh Menkes dan Ketua Umum MUI juga hadir Dirjen Kementerian Kesehatan, Dirut Bio Farma, Ketua Komisi Fatwa MUI dan juga Sekretaris Komisi Fatwa serta dari pihak LPPOM MUI.
Dalam kesempatan setelah pertemuan tersebut, Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Soleh mengatakan, kalau MUI tidak sama sekali menolak tentang kampanye imunisasi Rubella di masyarakat. Hal ini disebabkan karena MUI juga sudah mengeluarkan fatwa tentang diperbolehkannya imunisasi sesuai dengan Fatwa MUI No. 4 Tahun 2016.
“Adapun posisinya MUI tidak menolak adanya imunisasi. Bahwa, menurut MUI imunisasi itu diperbolehkan. Tetapi, MUI hanya meminta kejelasan tentang kehalalan vaksin MR yang digunakan oleh pemerintah. Itu saja yang kami inginkan,” ujar Niam Soleh.
Untuk itu, pihak MUI juga siap membantu pihak Pemerintah (Kemenkes) untuk mencari solusi tentang imunisasi ini. Soal kampanye Imunisasi Rubella tetap saja berjalan sesuai dengan program yang ada. Sebab, sudah ada pertemuan dan kesepakatan dari pihak Kemenkes dan MUI soal program imunisasi yang dijalankan pemerintah saat ini.
“Hasil pertemuan tadi itu antara lain adalah mendapatkan solusi bahwa pekan imunisasi Rubella tetap dilanjutkan, tapi akan dilakukan percepatan sertifikasi kehalalan dari vaksin MR yang digunakan saat ini,” tutur Niam kepada media.
Dari sisi pemerintah, Menteri Kesehatan (Menkes) Nila Farid Moeloek akan mencoba mendesak pihak negara India dalam hal ini Serum Institute of India (SII) sebagai produsen vaksin MR yang digunakan di Indonesia agar dapat memberikan dokumen yang diperlukan terkait komponen yang terkandung dalam vaksin MR tersebut.
Selanjutnya dari hasil dokumen yang didapat tersebut nantinya akan digunakan oleh pihak Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Makanan (LPPOM) untuk mengetahui unsur yang terkandung dalam vaksin MR tersebut.
Sedangkan bagi masyarakat yang masih mempersoalkan tentang kehalalan vaksin itu, diperbolehkan untuk menunda imunisasi sampai kemudian nanti MUI mengeluarkan fatwa soal kehalalan vaksin Rubella.
“Bahwa hukum imunisasi itu sebagai upaya pencegahan penyakit itu boleh (mubah), namun bisa menjadi wajib dalam keadaan dan situasi tertentu,” pungkas Niam. [ES]