JAKARTA (Panjimas.com) – “Politik tidak lebih dari sekedar bidang periklanan dan propaganda pencitraan semata. Keilmuan dan ketaqwaan tidak lagi menjadi pertimbangan dalam sitem politik saat ini. Sementara itu, sistem sekulerisme yang ada saat ini, memaksakan pemisahan antara peran ulama dan peran politikus.”
Hal itu dikatakan Ketua Umum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama [GNPF Ulama) Ustaz Yusuf Muhammad Martak saat membuka ljtima’ Ulama dan Tokoh Nasional di Jakarta, Jum’at (27/7/2018) malam.
Mereka berpendapat bahwa, ulama semestinya mengurus umat saja, dan tidak perlu ikut-ikut mengurus politik. Kegiatan politik agar diurus oleh politikus. Begitu pula sebaliknya, politikus tidak perlu ikut mengurus agama. Bidang itu agar diurus oleh ahli-ahli agama.
Atas dasar alasan profesionalisme, ulama sebatas mengurus agama dan politikus mengurus negara. “Pandangan tersebut tidak tepat. Islam dipahami bukan saja mengurus agama, melainkan juga peradaban secara luas. Islam adalah ajaran tentang tata kehidupan secara menyeluruh.”
Lebih lanjut Ustaz Yusuf Martak mengatakan, ajaran Islam bukan saja menyangkut kegiatan di masjid atau kegiatan ritual seperti shalat, puasa, zakat. dan haji, melainkan juga menyangkut persoalan ilmu pengetahuan, ekonomi, sosial, politik, pendidikan, hukum, manajemen, dan semua hal yang terkait dengan kehidupan.
“Pemimpin Islam adalah seseorang yang memahami kitab suci al Qur’an, menegakkan keadilan, kejujuran, kesejahteraan ekonomi masyarakat, dan beramar makrul’ nahi mungkar. Mereka itulah yang tepat disebut sebagai ulama atau pemimpin Islam.”
Sejarah bangsa Indonesia selalu menyebut tentang peran penting partai politik Islam dalam merebut kemerdekaan dari penjajah. Demikian pula selalu disebutkan para tokoh-tokoh Islam dalam menyusun dasar negara dan berbagai perundang-undangan lainnya. Demikian pidato sambutan Ketua Umum GNPF-Ulama. (des)