JAKARTA (Panjimas.com) -Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Telah berpulang ke rahmatullah, ulama kharismatik Betawi, Buya KH Saifuddin Amsir, jam 01.00 di RS Omni, Rawamangun setelah menjalani perawatan selama beberapa minggu karena sakit. Kabar duka itu disampaikan orang-orang terdekat beliau tadi malam.
Rencananya almarhum akan dimandikan ba’da shalat Subuh di kediaman beliau Harapan Mulya, Makasar Jakarta Timur, dan dimakamkan ba’da shalat Zuhur di Saung Pesantren Shibghotul pangkalan jati RT 002 RW 012 disholatkan di Masjid Al Ikhlas. Rumah duka beralamat di Pangkalan Jati RT 001 Rw 011 Cipinang Melayu Jakarta Timur.
KH Saefudin Amsir adalah ulama ahli fikih dari Betawi yang menjabat sebagai Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode sampai dengan tahun 2015 dengan pemikiran fikih dan kebangsaan yang patut menjadi teladan kita semua. Beliau adalah salah satu kiai yang mengikuti Aki Bela Islam 212 di Monas.
Atas keteguhan dan keistiqomahan beliau di bidang fikih, KH Saifuddin Amsirdianugerahi “Fikih Award” bersama tokoh lainnya, seperti KH Abdul Aziz Arbi dan KH Ali Musthofa Ya’kub dalam bidang ilmu Al Qur’an dan Hadist oleh penerbit buku Islam di Jakarta, Pena Ilmu dan Amal. Selanjut beliau akan diangkat sebagai “Duta Fikih Indonesia” untuk menjadi tokoh pembicara utama di bidang fikih.
Kelahiran
Kyai Saifuddin Amsir bukan putra seorang ulama, dan tidak dibesarkan di lingkungan pesantren. Ia, yang lahir di Jakarta pada tanggal 31 Januari 1955, tumbuh dan besar di sebuah keluarga yang sangat sederhana. Ayahnya, Bapak Amsir Naiman, “hanya” seorang guru mengaji di kampung tempat tinggalnya, Kebon Manggis, Matraman. Sedangkan ibunya, Ibu Nur’ain, juga “hanya” seorang ibu rumah tangga yang secara penuh mengabdikan diri untuk mengurus keluarga.
Sejak kecil, putra kelima dari sepuluh bersaudara ini sudah diajari sifat-sifat yang menjadi teladan bagi dirinya kelak di kemudian hari. Dengan keras sang ayah mendidiknya untuk berperilaku lurus dan mandiri. Tidak ada kompromi bagi suatu pelanggaran yang telah ditetapkan ayahnya. Bersama sembilan orang saudaranya, ia dibiasakan untuk menunaikan shalat secara berjamaah.
Keinginan kuatnya dalam menimba ilmu-ilmu agama sudah terpatri kuat sedari kecil. Menyadari bahwa dirinya bukan berasal dari keluarga ulama dan juga bukan dari kalangan yang berada, Saifuddin kecil menyiasatinya untuk berusaha mandiri dan tidak bergantung kepada kedua orangtuanya. Ia berusaha menutupi biaya kebutuhan pendidikannya sendiri, bahkan sejak ia masih duduk di bangku sekolah dasar.
Pendidikan
Berkat ketekunannya dalam belajar, ia pun selalu mendapat beasiswa dari pihak sekolah. Kegigihannya dalam terus mempelajari berbagai macam ilmu secara otodidak maupun berguru pada ulama-ulama terkemuka di masa-masa mudanya, telah menjadikannya sebagai salah seorang ulama Jakarta yang cukup disegani saat ini.
Di waktu kecil, selain mengaji kepada kedua orangtuanya sendiri, ia juga belajar di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Washliyah. Di sela-sela waktunya, ia mempelajari berbagai macam ilmu secara otodidak. Ia juga senang membaca berbagai macam bacaan sejak masih kecil. Sewaktu duduk di bangku tsanawiyah, ia mulai banyak berguru ke beberapa ulama di Jakarta]. Beliau dilahirkan di Kampung Berlan, Matraman, Jakarta Pusat pada tahun 31 Januari 1955.
Di antara ulama yang tercatat sebagai guru-gurunya adalah K.H. Abdullah Syafi’i, Muallim Syafi’i Hadzami, Habib Abdullah bin Husein Syami Al-Attas, dan Guru Hasan Murtoha. Kepada guru-gurunya tersebut, ia mempelajari berbagai cabang ilmu-ilmu keislaman. Pada saat menimba ilmu kepada Habib Abdullah Syami, di antara kitab yang ia khatamkan di hadapan gurunya itu adalah kitab Minhajuth Thalibin (karya Imam Nawawi) dan kitab Bughyatul Mustarsyidin (karya Habib Abdurrahman Al-Masyhur).
Di lain sisi, setelah pendidikan formalnya di jenjang pendidikan dasar dan menengah usai ia lewati, ia menjadi mahasiswa di Fakultas Syari’ah Universitas Islam Asy-Syafi’iyyah (UIA) dan mendapat gelar sarjana muda di sana. Kemudian ia merampungkan gelar sarjana lengkapnya di Fakultas Ushuluddin Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, atau Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta saat ini. Dari waktu ke waktu dalam menempuh pendidikan formalnya itu, ia selalu menorehkan prestasi yang gemilang. (ass)