JAKARTA (Panjimas.com) – Dalam diskusi Capres Anti Korupsi di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (17/7/2018), Penyidik senior KPK Novel Baswedan, Pemuda Muhammadiyah, dan aktivis antikorupsi meminta masyarakat memilih calon presiden (capres) yang memiliki komitmen pemberantasan korupsi. Mereka juga menyoroti belum efektifnya tim saber pungli.
Novel menyebut praktik korupsi masih banyak terjadi di Indonesia. Dia lalu menyontohkan salah satu korupsi yang belum terungkap di bidang pengelolaan sumber daya alam di Indonesia.
“Saya lihat, praktik korupsi sumber daya alam, yang mana yang sudah ditindak. Yang ditindak hanya yang kecil, tidak komprehensif, kita sangat miris kejadian itu semua,” ucap Novel.
Hal yang sama dikatakan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simajuntak. Ia berharap pemberantasan korupsi menjadi agenda utama Indonesia, sebab korupsi adalah hal yang menyengsarakan rakyat.”Meski ada 100 Novel Baswedan di KPK, tidak akan bisa berantas korupsi kalau presiden tidak antikorupsi. Butuh capres komitmen tinggi memberantas korupsi. Masalah utama negeri ini, agenda pemberantasan korupsi,” ucap Dahnil di lokasi yang sama.
Dahnil kemudian menceritakan saat ini dia dan Haris Azhar tengah menggugat ambang batas presiden di MK. Harapannya, agar ada calon alternatif yang antikorupsi.”Kalau gugatan MK tidak dikabulkan. Kami berpikir seperti Mas Haris, kita akan gerakan supaya publik memilih di luar calon yang tidak punya kapabilitas,” ucap Dahnil.
Novel juga menyoroti soal pungli dan suap yang masih marak terjadi. Pemberantasan pungli dinilai belum maksimal. “Suap dan pungli hampir terjadi di semua layanan publik. Itu sangat jelas dan kentara. Tapi, saat dibentuk Tim Saber Pungli, itu tidak efektif,” ucap Novel.
Novel lalu menyinggung soal kasus penegakan hukum. Menurutnya, belum ada perlindungan kepada saksi-saksi, khususnya korupsi, dari pemerintah. “Saat upaya untuk pemberantasan itu semua, ternyata mendapat serangan, intimidasi, ancaman, dan sebagainya. Saya pernah sampaikan ada ancaman kepada orang KPK. Ini bukan menjadi hal yang menarik untuk ditindaklanjuti,” ucap Novel.
Desak Jokowi
Novel Baswedan juga meminta Presiden Joko Widodo alias Jokowi dapat menyelesaikan kasus penyerangannya. Terlebih, Pilpres 2019 sebentar lagi digelar.
Seperti diberitakan sebelumnya, Novel disiram air keras oleh orang tak dikenal di dekat rumahnya, kawasan Kelapa
Gading, Jakarta Utara, pada 11 April 2017 lalu.Akibatnya, kedua mata Novel mengalami kerusakan parah. Novel harus menjalani operasi di Singapura selama satu tahun.
“Saya harap Bapak Presiden, Pak Jokowi punya kesempatan untuk realisasikan janjinya untuk ungkap ini. Tentunya ungkap dengan tidak setengah-setengah, tapi tuntas. Siapa pun yang terlibat harus diungkap,” tuturnya.
Menurut Novel, dirinya khawatir dengan keberadaan pihak tertentu yang dapat menggoyahkan Jokowi menyelesaikan kasusnya. Bisa disebabkan adanya jasa atau pun peranan orang tersebut sehingga membuat orang nomor satu di Indonesia itu enggan dan bahkan tidak berani mengungkap.
“Saya kira kalau sudah gitu, kita mau berharap ke siapa lagi. Karena seperti yang tadi saya sampaikan, ini bukan hanya terkait kepada diri saya yang diserang,” jelas dia.
Novel akan menunggu janji pengungkapan kasusnya oleh Jokowi direalisasikan. Dia pun tidak serta merta menarik kesimpulan bahwa Jokowi tidak serius menangani perkara tersebut.”Tentunya ini masih ada waktu. Saya juga berharap Bapak Presiden kemudian memandang ini sebagai hal serius. Jangan membiarkan, harus bersikap,” Novel Baswedan berharap.
Lebih jauh Novel meminta berbagai pihak termasuk partai politik untuk tidak menggunakan kasus penyerangan yang menimpanya sebagai alat mendulang suara dalam ajang Pilpres dan Pemilu 2019.
“Ya saya kira keterlaluan kalau terus kemudian hanya untuk menggunakan kasus penyerangan saya, hanya untuk dulang suara. Saya kira enggak pada tempatnya,” tutur Novel.
Ia berharap kasusnya justru dapat meningkatkan semangat para pegiat antikorupsi dalam memberantas praktik rasuah. Termasuk juga, kata dia, para anggota parlemen dan aparatur negara.
“Saya harap anggota DPR yang punya komitmen jangan khawatir, merasa membicarakan itu untuk dulang suara. Tapi komitmennya yang tidak asal bicara saja,” jelas dia.
Menurut Novel, penyelesaian kasusnya menjadi bentuk keseriusan pemerintah dalam memberantas korupsi. Dengan mengungkap perkara tersebut, semangat pegiat antikorupsi baik di dalam instansi pemerintahan maupun sipil akan terjaga.
Sebab jika kasusnya tak kunjung beres, mereka yang mau berjuang melawan praktik rasuah akan mulai goyah niatnya. Sementara para pelaku kejahatan malah semakin berani.
“Saya sampaikan Presiden punya kesempatan untuk dorong pemberantasan korupsi dengan sunggu-sungguh, artinya peluang itu ke depan masih besar dan masih bisa berbuat,” Novel menandaskan. (ass)