SOLO (Panjimas.com) – Publikasi hasil penelitian terkait Indikasi Paham Radikal di Masjid bisa menekan dan membuat tidak nyaman para Mubaligh dalam menyampaikan khutbahnya. Padahal, tugas Mubaligh adalah menyampaikan tentang ajaran Islam secara kafah sesuai ajaran Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw.
Hal itu dikatakan Sekretaris The Islamic Study and Action Center (ISAC), Endro Sudarsono, S. Pd dalam siaran pers yang diterima Panjimas, Rabu (11/7/2018).
ISAC berpendapat, tugas penelitian seharusnya mampu memberikan informasi, evaluasi dan perbaikan atas hasil penelitiannya. Baik evaluasi terhadap isi materi khutbah, karakter Mubaligh, managemen takmir masjid maupun peran instansi lainnya yang terkait
“Takmir masjid, Mubaligh seharusnya diberitahu oleh peneliti baik langsung maupun tak langsung guna implementasi rekomendasi hasil penelitian, bukan dibiarkan liar informasinya ke publik. Penelitian ini juga mengesankan seolah olah hanya umat Islam saja yang intoleran dan radikal.”
ISAC khawatir ada tendensi kebencian terhadap ajaran Islam dibalik sebuah penelitian.ISAC juga belum mendengar dari jamaah yang mendengarkan khutbah tersebut melaporkan kepada lembaga yang kompeten seperti MUI, Polri maupun Kejaksaan, yang merasa sebagai pihak yang dirugikan dalam khutbah tersebut.
Seperti diberitakan sebelumnya, sebuah penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) yang bekerja sama dengan Rumah Kebangsaan (RK) dengan waktu penelitian 29 September – 21 Oktober 2017 dengan hasil menemukan 41 dari 100 masjid dilingkungan pemerintahan yang berada di Jakarta terindikasi radikal dalam materi khutbahnya
Menurut Koodinator Survei sekaligus sekaligus peneliti dari P3M Agus Muhammad menuturkan ke 41 masjid tersebut terbagi dari 21 masjid dilingkungan BUMN, 8 masjid dilingkungan Lembaga Negara, serta 12 masjid dilingkungan Kementrian.
Dari jumlah tersebut sekitar 17 masjid dikategorikan terindikasi memberikan materi khutbah dengan tingkat radikal tinggi yakni ikit memprovokasi umat agar melakukan tindakan intoleran serta mengamini terbentuknya negara dengan sistem khalifah.
Agus menuturkan dalam penelitian ini paham radikal yang dimaksud adalah paham yang menganggap satu kelompok paling benar dan kelompok lain salah, lalu mudah mengkafirkan orang lain, berpaham intoleransi, cenderung memaksakan keyakinan pada orang lain, dan menganggap demokrasi produk kafir serta membolehkan segala cara atas nama negara. (ass)