JAKARTA (Panjimas.com) – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat, sejak Januari 2018 telah mencatatkan 50 lebih pengaduan terhadap kredit online. Pengaduan ini mulai dari cara penagihan, sistem perhitungan bunga, dan denda yang dipandang kurang jelas.
Seperti diketahui, pesatnya perkembangan teknologi saat ini membuat masyarakat semakin mudah dalam hal memilih produk. Salah satunya memilih produk di bidang finansial teknologi atau fintech.
Namun, sayang, perkembangan teknologi tersebut tanpa diikuti dengan pengawasan yang ketat, masyarakat seringkali justru mendapatkan informasi yang tidak utuh, bahkan bisa menjadi korban penipuan konsumen.
“Berdasarkan pengamatan YLKI melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) banyak pelaku usaha di bidang kredit online yang diadukan konsumen pada YLKI adalah mereka yang tak terdaftar di OJK, Hal ini berdampak buruk bagi konsumen karena transaksi terhitung ilegal,” tutur Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangan persnya, Senin (09/8).
“Pemberi pinjaman online yang tak terdaftar di OJK tidak akan dinaungi oleh OJK serta aturan terkait pinjam meminjam secara online tersebut,” tambah dia.
Sementara itu, jika pemberi pinjaman yang sudah terdaftar di OJK dan tetap melanggar atau merugikan konsumen, YLKI mendesak OJK agar secara tegas untuk menolak hingga membatalkan proses perizinannya.
Oleh karena itu, YLKI menilai bahwa bisnis yang dijalankan oleh Perusahaan Kredit Online sangatlah berisiko, dengan hanya sistem validasi online ditambah konsultasi dengan pihak ahli tanpa melihat kondisi pada Sistem Informasi Debitur pada Bank Indonesia.
Atas masalah ini YLKI meminta OJK, Kominfo maupun Bareskrim Mabes POLRI untuk segera mengantisipasi hal ini agar tidak banyak konsumen yang menjadi korban.”OJK seharusnya melakukan edukasi kepada konsumen terkait prinsip kehati-hatian pada data pribadinya,” tandas dia. (ass)