JAKARTA (Panjimas.com) – Pimpinan Pusat Parmusi segera menyusun kriteria pemimpin nasional, yakni Presiden dan Wakil presiden RI periode 2019-2024 dengan prinsip akan membuka ruang bagi pengembangan dakwah Islamiyah, khususnya penerapan syariat Islam di kalangan umat untuk memperkokoh Pancasila dan NKRI. Kriteria tersebut akan dibahas dalam Musyawarah Kerja Nasional ke-3 yang akan datang.
Demikian salah satu rekomendasi rakornas Persaudaraan Muslim Indonesia (Parmusi), seperti yang telah disampaikan oleh Ketua Umum Parmusi, Usamah Hisyam dalam jumpa pers,Minggu (8/7/2018) kemarin di Hotel Mercure, Lebak Bulus, Jakarta.
Parmusi sendiri belum menetapkan waktu diselenggarakannya Mukernas yang nantinya akan merekomendasikan kriteri
kepemimpinan nasional (Capres dan Cawapres). Akhir September nanti Parmusi akan mengumpulkan sekitar lima ribu dainya dalam Jambore Nasional Dai Parmusi.
Sementara itu Komisi Pemilihan Umum akan membuka pendaftaran Capres-Cawapres pada tanggal 23 Agustus 2018, dan menetapkan Capres-Cawapres pada 21 September 2018.
“Diharapkan Mukernas Parmusi lebih maju, awal Agustus sebelum KPU menetapkan Capres-Cawapres. Pada 21 September 2018. Tidak elok rasanya kalau Parmusi nggak punya kriteria kepemimpinan nasional. Langkah politik Parmusi adalah mengikuti rekomendasi Mukernas nanti dalam menentukan kriteria pemimpin, dalam hal ini Cawapres dan Cawapres periode 2019-2024,” ungkap Usamah.
Ketika ditanya apakah Parmusi akan mengikuti Imam Besar Umat Islam Habib Rizieq Syihab dan Ijtima’ Ulama dalam menentukan kepemimpinan nasional? Usamah Hisyam menegaskan, tentu saja Parmusi akan memperjuangkannya. “Ijtima ulama tentu kata kuncinya dalam menentukan kriteria pemimpin yang akan dipilih umat Islam. Dan Parmusi akan mengikuti keputusan Mukernas. Itu yang akan diperjuangkan,” ungkap Usamah.
Sebagai Ketua Umum PP Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi), Usamah Hisyam mengaku hanya akan mengikuti hasil Mukernas terkait kritera kepemimpinan untuk Pilpres 2019 mendatang. Usamah menyadari, sebagai Ketua Umum dirinya tidak dapat bertindak sendiri dalam mendukung calon melainkan harus diawasi oleh peraturan dalam hal ini adalah keputusan Mukernas.
Secara pribadi, Usamah berharap pemimpin nasional dimasa yang akan datang, tak cukup pintar, tapi juga harus memiliki komitmen terhadap dakwah, atau memberi ruang dakwah Islamiyah dengan menjadikan syariat Islam secara kaffah. “Bukan NKRI Bersyariah, tapi menerapkan syariat Islam untuk memperkokoh Pancasila dan NKRI. Sehingga ridha Allah dan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur dapat terwujud.”
“Parmusi tak ingin terjebak dengan calon pemimpin dengan brand imagenya atau pun sosok yang kelihatannya memihak umat Islam, sedangkan shalatnya saja tidak, apalagi shalat Subuhnya. Secara personality, sosok pemimpin nasional itu harus yang Islamnya kaffah,” kata Usamah. (ass)