JAKARTA (Panjimas.com) – Selain Tik Tok, aplikasi adiknya, Musical.ly, telah memicu kekhawatiran di Amerika Serikat dan Australia atas kegagalannya melindungi anak-anak dari pelecehan.
“Saya pikir aplikasi ini sangat buruk dalam melindungi privasi dan keamanan pengguna anak dibandingkan dengan platform utama lain,” kata Konsul Federasi Teknologi Informasi Hong Kong Eric Fan Kin-man setelah menguji aplikasi tersebut kepada SCMP, akhir Mei lalu.
“Tampaknya tidak ada penyaringan untuk pengguna di bawah umur karena delapan dari 10 video selfie yang baru saya lihat jelas dibuat anak-anak.”
Baik Tik Tok dan Musical.ly—yang memungkinkan pengguna membuat video musik pendek dengan menyelaraskan bibir—dimiliki perusahaan Cina, Bytedance.
Didirikan pada 2012, Bytedance adalah salah satu startup teknologi yang paling cepat berkembang di Cina dan dikenal karena penggunaan algoritma dan kecerdasan buatan untuk memilih berita, video, dan konten lain untuk pembaca.
Menurut Tik Tok, aplikasi ini bukan untuk pengguna di bawah 16 tahun, dan perusahaan akan menghentikan akun pengguna jika diperlukan. Namun SCMP sebelumnya mengungkapkan informasi pribadi dari ratusan pengguna anak sedang diekspos secara terbuka di platform ini.
Video selfie dengan tema atau tindakan yang menjurus ke arah seksual ditemukan di aplikasi ini, bersama dengan orang
dewasa yang menggunakan platform ini untuk menguntit gadis remaja.
Aplikasi ini hanya mengizinkan dua setelan pengguna saat mengunggah agar video sepenuhnya jadi milik pribadi—hanya untuk tampilan pembuat konten—atau klip yang sepenuhnya terbuka untuk umum.
Di Jepang, beberapa orang ditemukan mengunggah klip memalukan atau klip seksual yang disimpan dari Tik Tok ke platform lain untuk mengolok-olok pembuat konten atau menarik klik.
“Anak-anak tidak mengerti bahwa video tidak dapat benar-benar dihapus secara online,” kata Fan. “Sebelum mereka menghapus, yang lain mungkin telah menyimpan video di telepon seluler mereka karena semua orang dapat melihat dan mengunduh dari platform ini, dan server Tik Tok menyimpan datanya.”
Mantan perwira polisi Australia, Susan McLean, ahli cyber security, telah memperingatkan publik tentang risiko keamanan untuk anak-anak dari aplikasi Musical.ly, yang populer di kalangan anak muda di Amerika, Eropa, dan Australia.
ABC News melaporkan pemangsa telah mengirim pesan kepada anak-anak di Musical.ly, meminta foto telanjang, termasuk kepada seorang gadis berusia tujuh tahun di Amerika.
Musical.ly, aplikasi lip-syncing yang populer di kalangan remaja dan anak muda, telah dijual ke raksasa media sosial Cina, Toutiao. Kesepakatan penjualan itu tidak diungkapkan. Namun beberapa sumber mengatakan kepada TechCrunch bahwa Bytedance, perusahaan di balik layanan agregator berita utama Cina, Toutiao, akan membayar antara US$ 800 juta (sekitar Rp 10,8 triliun) dan US$ 1 miliar (sekitar Rp 13,5 triliun) untuk membeli Musical.ly.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pemblokiran aplikasi Tik Tok didasarkan pada laporan masyarakat terhadap konten di dalamnya.”Jumlah laporannya sampai ribuan,” kata Rudiantara di Kantor PBNU, Jakarta, Selasa, 3 Juli 2018.
Menurut dia, kementeriannya banyak menerima banyak laporan soal Tik Tok dalam beberapa hari terakhir. Tik Tok disebut mengandung banyak konten negatif yang tidak pantas ditayangkan, terutama untuk anak-anak.
Sebelum memblokir Tik Tok, kata Rudiantara, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak soal konten Tik Tok. Kominfo juga berkoordinasi dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk meminta masukan. (ass)