MAKASSAR (Panjimas.com) – Para jurnalis di Makassar menyesalkan larangan peliputan pelaksanaan rekapitulasi perhitungan suara Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar di hampir seluruh PPK. Rekap suara itu berlangsung tertutup dari pantauan publik, sejak Jumat (29/6/2018) lalu. Dua di antaranya rekapitulasi di PPK Kecamatan Rappocini dan Kecamatan Tamalate.
Lokasi rekapitulasi suara di sejumlah PPK se Kota Makassar dipasangi garis polisi. Puluhan personel kepolisian juga disiagakan mengawal dan menghalangi awak media dan masyarakat memasuki tempat rekapitulasi.
Seperti yang dialami awak media saat ingin meliput pelaksanaan perhitungan berjenjang di Kantor Lurah Jongaya, Jalan Daeng Eppe, Kecamatan Tamalate. Jalanan depan kantor lurah lokasi pleno ramai kerumunan massa pendukung dan warga. Mereka ingin menyaksikan proses rekapitulasi, namun dihadang polisi.
Ketua PPK Kecamatan Tamalate, Syarufuddin menyatakan, proses rekapitulasi surat suara tidak boleh diikuti oleh media berdasarkan aturan yang ditetapkan KPU. Dia beralasan media bukan merupakan penyelenggara pilkada dan tidak diperbolehkan mengikuti rekapitulasi.
Syarifuddin mengatakan, berdasarkan instruksi, yang dibolehkan hadir di lokasi dan menyaksikan proses rekapitulasi hanya saksi paslon, tim pemantau, PPK, KPPS, dan panwas.
“Yang boleh hanya saksi, tim pemantau, PPK, KPPS dan Panwas, di luar itu tidak bisa, termasuk media. Jadi saya minta maaf karena hanya menjalankan instruksi KPU,” katanya saat menemui wartawan.
Menanggapi polemik pelarangan peliputan pleno terbuka, Kapolrestabes Makassar Kombes Irwan Anwar menegaskan, pihaknya tidak pernah mengintruksikan hal tersebut. Dia berdalih, kepolisan hanya menjalankan permintaan PPK. Sebab, di sejumlah kecamatan memiliki kondisi beragam, ada PPK yang membolehkan, namun ada pula yang melarang.
Sementara pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) 9 tahun 2018 tentang Rekapitulasi Hasil Pemungutan Suara dan Penetapan Hasil Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur/ Bupati dan Wakil Bupati/ Wali Kota dan Wakil Wali Kota, jelas membolehkan unsur masyarakat terlibat dalam rapat rekapitulasi.
Pada Pasal 8, Ayat (4) Bab III tentang Rekapitulasi Perhitungan Suara di Kecamatan, pada PKPU 9/2018 ini, disebutkan “Rapat rekapitulasi hasil penghitungan suara dapat dihadiri oleh pemantau pemilihan dalam negeri, pemantau pemilihan asing, masyarakat dan instansi terkait.”
Pelarangan jurnalis (wartawan) meliput hasil rekapitulasi penghitungan suara Pilkada Kota Makassar adalah bentuk pelanggaran Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Apalagi, hasil rekapitulasi bersifat pleno terbuka untuk umum yang tetap diawasi pemantau pemilu dalam negeri, pemantau pemilu asing, masyarakat dan instansi terkait sesuai petunjuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2018.
“Pelarangan itu melanggar kebebasan pers dalam melakukan pemberitaan kepemiluan pilkada bersih, adil, damai dan jujur. Apatah lagi, aturan dalam PKPU menjelaskan itu terbuka untuk umum,” kata Ketua AJI Makassar, Qodriansyah Agam Sofyan, Jumat (29/6/2018). AJI Makassar meminta segenap elemen instansi di Makassar khususnya, menghormati kebebasan berekspresi dan kebebasan pers.
Sementara itu Dewan Pers menilai ane larangan meliput pelaksanaan penghitungan suara Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar, Sulawesi Selatan. “Wah aneh peraturan itu,” kata Anggota Dewan Pers Nezar Patria. Dia mengatakan seharusnya proses perhitungan suara itu dilaksanakan secara transparan. “Boleh disaksikan oleh masyarakat, termasuk media,” papar Nezar. (ass)