Jakarta (Panjimas.com) – Calon Gubernur Sumatera Utara, Djarot Saiful Hidayat mengaku stres dan enggan berkomentar kepada sejumlah wartawan yang bertanya. Djarot kalah dalam quick count atau perhitungan cepat Pilkada Sumut. Mantan gubernur DKI itu merokok di depan rumah pribadinya di Jalan RA Kartini, Medan, Sumatera Utara, Rabu sore, 27 Juni 2018.
“Saya memang kalau stres bawaannya mau merokok terus,” kata Djarot sembari mengisap sebatang rokok. Djarot pun tak lagi banyak berkomentar seusai merokok. Ia kemudian menjalankan salat Ashar bersama sejumlah pendukungnya. Setelah salat, Djarot masih enggan berkomentar.
Sementara itu Di Jawa Barat, PDIP mengakui duet jagoan yang diusungnya TB Hasanuddin-Anton Charliyan tertinggalan berdasarkan hitung cepat atau quick count dari sejumlah lembaga survei untuk Pilgub Jawa Barat.
Sebelumnya hasil quick count sejumlah lembaga survei menyatakan duet Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul (Rindu) meraih kemenangan di Pilgub Jabar. Kemudian, disusul duet Sudrajat-Ahmad Syaikhu. Lalu, Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi 26,06 persen dan paling bawah ada T.B Hasanuddin-Anton Charliyan.
Dalam pandangan Neta S Pane, wartawan senior yang juga pengamat politik, dalam akun facebooknya mengatakan, PDIP kudu hati-hati di Pilpres 2019. Sebab, di Pilkada 2018, jagonya kalah telak di kantong-kantong suara, seperti Sumut, Jabar, Jatim, setelah Jakarta sebelumnya. Dalam Pilkada 2018 ini ada kesalahan strategi yang fatal yang dilakukan PDIP.
Di Sumut misalnya, lanjut Neta, karakter masyarakatnya sangat anti dengan figur “impor” karena di daerah itu semua warganya jadi “katua”. Ternyata PDIP tidak memahami karakter warga Sumut. Di Jabar, PDIP ceroboh melepas potensi Putih Soekarnoputri yang punya basis massa di daerah ini.
“PDIP malah memilih tokoh gaek yang purnawirawan untuk bertarung di daerah yang berjiwa muda itu. Lagi-lagi PDIP tidak paham dengan dinamika Jabar. Di Jatim, jika PDIP memang yakin dengan kualitas Jarot.”
“Kenapa tidak disuruh bertarung di kampung halamannya sendiri? Kenapa Putih yang tidak punya basis massa di Jatim malah disuruh bertarung di Jatim? Kemana ahli-ahli politik PDIP? Jika partai banteng itu tetap tidak peka di Pilpres 2019. Siap-siap Jokowi jika memakai perahu PDIP bakal terjungkal dan tenggelam,” ungkap Neta.
Sementara itu Pengamat politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio menganalis penyebab banyak keoknya duet jagoan PDIP. Ia mencontohkan kekalahan pasangan TB Hasanuddin-Anton Charliyan di Pilgub Jawa Barat. Padahal, PDIP sebagai parpol dengan elektoral kursi terbesar di Jabar, sehingga bisa mengusung pasangan calon tanpa koalisi.
“Kekalahan ini di Jabar karena duet PDIP tak kuat dan tak dekat dengan warga pemilih. Berbeda hasilnya kalau dekat dengan warga seperti di Pilgub Bali, Jateng, PDIP menang,” kata Hendri, Rabu, 27 Juni 2018.
Hendri menambahkan, hal serupa juga terjadi di Pilgub Sumatera Utara. Menurutnya, kekalahan Djarot Syaiful Hidayat-Sihar Sitorus karena interest eks gubernur DKI itu kurang dikenal warga Sumut. Meski relatif imbang secara kertas dengan duet Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah alias Ijeck, Djarot dinilai masih sulit merangkul warga Sumut. “Tidak mudah. Faktor kedekatan dengan warga yang memilih jadi utama. PDIP dalam seleksi harus diperkuat,” jelas Hendri.
Adapun pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menyoroti kekalahan Karolin Margret-Suryadman Gidot di Pilgub Kalbar. Bagi dia, trah politik dinasti sudah tak menjadi acuan. Karolin merupakan putri dari mantan gubernur Kalbar dua periode, Cornelis.
Masyarakat sebagai pemilih bisa menentukan suaranya tanpa melihat trah calon pemimpin.”Pemilih sudah cerdas melihat. Politik dinasti bukan jaminan bakal terpilih generasi penerusnya. Lembaga survei sudah analisis kelemahan Karolin,” ujar Adi.
Kemudian, Adi juga melihat kekalahan dalam Pilgub Jatim yang dialami pasangan Saifullah Yusuf alias Gus Ipul-Puti Guntur. Duet ini memiliki kelemahan dalam figur Puti yang terkesan cenderung memaksakan. Puti yang merupakan mantan anggota DPR ini dinilai belum mengakar di Jatim. “Mungkin berbeda dengan Abdullah Azwar Anas yang sebelumnya menyatakan mundur. Puti ini kan dari Jabar terus ke Jatim. Belum bisa imbangi Gus Ipul,” tutur Adi. (ass)