JAKARTA, (Panjimas.com) – Dalam pembacaan pledoi (pembelaan) dirinya pada sidang lanjutan kasus bangkitnya PKI di Indonesia. Ustadz Alfian Tanjung sebagai terdakwa dalam kasus ini membacakan kekhawatirannya tentang kebangkitan PKI di Indonesia.
“Adapun cuitan saya tentang adanya 85 persen PKI dalam tubuh PDIP itu merupakan ekspresi kekhawatiran saya dan berbagai temuan yang saya dapatkan dari sejak saya dikader di Pelajar Islam Indonesia tahun 1984 sampai berbagai penelitian yang saya buat dengan berbagai upaya gerombolan anti-Tuhan ini terus bergerak seperti virus atau roh jahat yang menyusup ke berbagai kalangan,” ujar ustad Alfian Tanjung saat membacakan pleidoi pada Rabu (2/5) di Gedung PN Jakarta Pusat, Kemayoran.
Dirinya juga mengatakan bahwa komunisme bangkit karena kelalaian pemerintah yang menjadi negara liberal tanpa filter. Ia menilai, Indonesia harus kembali kepada konstitusi dan melawan komunisme. Kedua, munculnya kelalaian kaum tua yang membiarkan komunisme kembali hidup di Indonesia. Ketiga, kemunculan sikap acuh generasi muda dan generasi tua memberikan peluang komunisme bangkit kembali.
Ustadz Alfian Tanjung menegaskan ada sejumlah indikasi PKI telah bangkit. Pertama, ia menyebut peniadaan pemutaran film G30S-PKI; kedua, penghilangan kata PKI dalam film G30S sejak tahun 2004. Hal itu membuktikan kader-kader PKI telah menyusup ke berbagai instansi dan Ketiga adalah gencarnya penerbitan buku tentang PKI seperti “Aku Bangga Jadi Anak PKI” atau “Anak PKI Masuk Parlemen”. Kemudian, muncul buku sejarah dan pedoman membangun kekuatan komunis di Indonesia; Keempat, adanya HUT PKI pada tahun 2015 dan event PKI di berbagai daerah.
Selanjutnya adalah kemunculan simposium PKI di Jakarta pada tanggal 18-21 April 2016 di Aryaduta. Dalam pemberitaan di media, PKI dianggap tidak bersalah dan pemerintah harus meminta maaf dengan PKI dan Keenam, munculnya seminar PKI pada 16-17 September 2017 di LBH Jakarta. Seminartersebut diklaim mencabut TAP MPRS 25 tahun 1966 dan menganulir kudeta 1948.
Untuk itu dirinya mengharapkan Indonesia melakukan sejumlah langkah untuk mencegah bangkitnya komunisme. Pertama, ia menilai perlu ada penyadaran bahaya komunisme lewat program bahaya komunisme. Kemudian, ia merekomendasikan untuk pemutaran kembali film G30S/PKI atau film praktik komunisme di Indonesia. Ia pun menilai program Bela Negara sebagai pencegahan penyebaran paham komunisme. Terakhir, ia berharap agar pemerintah melakukan penegakan hukum kepada para penyebar paham komunis.
Dalam pembacaan pembelaan (pleidoi) itu Ustadz Alfian juga berharap bisa terbebas dari segala tuntutan. Ia pun meminta agar bisa bebas dari penjara serta seluruh haknya dipulihkan, baik harkat, martabat serta kedudukannya. Namun, ia menyerahkan semua kepada pengadilan dan Allah SWT.
“Pada akhirnya kepada majelis hakim yang saya hormati, saya menyerahkan sepenuhnya kepada Allah SWT melalui Majelis Hakim yang Mulia untuk memberikan putusan yang benar, bijak, dan adil serta memohon keridhoan dari Allah SWT,” tutur Alfian.
Jaksa penuntut umum menuntut terdakwa ujaran kebencian Alfian Tanjung 3 tahun penjara akibat ujaran kebencian terhadap PDIP. Jaksa menilai, ustad Alfian telah terbukti menyebarkan ujaran kebencian lewat akunnya @alfiantmf tentang “PDIP yang 85 persen isinya kader PKI mengusung cagub anti-Islam”.
Dalam tuntutan yang dibacakan sebelumnya oleh JPU itu juga selain hukuman 3 tahun penjara, ustad Alfian dikenakan denda sebesar Rp 100 juta subsider 3 bulan penjara. Ustadz Alfian dinilai telah melanggar pasal 28 ayat 2 jo pasal 45a ayat 2 UU 19 tahun 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. [ES]