DEPOK (Panjimas.com) — Salah satu yang penerima Anugerah Budaya 2018 dari FIB UI adalah Eddie Marzuki Nalapraya untuk kategori Pembina Seni. Eddie Marzuki Nalapraya merupakan anak dari pasangan Mohammad Soetarman dan Marsati. Eddie sapaan akrab Marzuki Nalapraya, lahir di Tanjung Priok, Jakarta Utara, 6 Juni 1931.
Anugerah budaya 2018 di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) berlangsung Kamis (3/5/2018), di kampus UI, Depok. Penghargaan juga diberikan kepada Iman Rahman Anggawiria Kusumah “Kimung” (Guru, Pembuat Film, dan Musisi, Bandung) untuk kategori: Seniman Tradisi; dan Umbu Wulang Landu Paranggi (Sastrawan, Bali) untuk kategori Seniman Modern.
Edy Nalapraya mengawali karirnya di bidang militer sebagai pejuang kemerdekaan di Badan Keamanan Rakyat pada 1945. Ketika terjadi perang revolusi kemerdekaan, pada 1947, Eddie dibawa mengungsi ke Tasikmalaya, Jawa Barat. Lalu, ia bergabung dengan Detasemen Garuda Putih yang dipimpin Kapten Burdah yang merupakan ayah dari penyanyi Rhoma Irama. Sejak bergabung dengan dunia militer dengan pangkat Sersan karirnya terus menanjak sampai meraih pangkat Mayjen TNI pada 1983. Sesuatu yang langka diraih oleh seorang putera Betawi.
Pengabdian di Dunia Pencak Silat
Berkaitan dengan Anugerah Budaya 2018 dari FIB UI, untuk kategori Pembina Seni, ini tak lepas dari kiprah Eddie selama puluhan tahun di dunia seni pencak silat.
“Saya mulai tertarik pada pencak silat, ketika ada aksi militer Belanda pertama, Juli 1947 yang menyerang daerah republik. Saya bergeriliya bersama keluarga besar pencak silat yang bahu membahu memperjuangkan kemerdekaan Indonesia,” kata Eddie yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Badan Musyawarah Masyarakat (BAMUS) Betawi, 1996-1998.
Sejak bergaul dengan kalangan silat, cintanya pada dunia bela diri Indonesia ini makin besar. Pada 1978, ia dipercaya menjadi Ketua Pengurus Daerah Ikatan Pencak Seluruh Indonesia (IPSI) DKI Jakarta.“Saat itu orang malu jika berseragam silat, kalau datang ke tempat latihan berpakaian biasa, baru ganti baju latihan silat ketika latihan. Karena orang mengatakan silat itu olahraga kampungan,” ungkap Eddie.
Sejak menjabat Ketua IPSI Jakarta, Eddie membuka jalur telepon selama 24 jam, agar pengurus dapat mudah berkomunikasidengannya. Setahun setelah menjabat Ketua IPSI DKI Jakarta, Eddie menggelar acara Silaturahmi Pencak Silat Jakarta yang dihadiri 23.000 orang.
Sejak saat itu pencak silat mulai berkembang pesat dan orang tak malu lagi memakai pakaian silat ke mana-mana. “Memimpin pencak silat itu mesti pakai hati. Dekati dahulu hatinya, baru jasmaninya,” pesannya.
Kiprah Internasional
Kecintaannya pada dunia pencak silat makin menjadi-jadi, promosi gencar dilakukannya mulai dari dalam negeri sampai mancanegara. Pada 1980, ia menjadi pemrakarsa terbentuknya Persekutuan Pencak Silat Antar Bangsa (Persilat). Ini adalah wadah aktualisasi diri pesilat internasional, seperti Persekutuan Silat Singgapore (PERSISI), Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia (PESAKA) dan utusan dari Brunei Darusalam.
Tahun itu juga, ia pun terpilih sebagai Presiden Persilat. Berikutnya, pada 1981-2003, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta periode 1984-1987 ini, didaulat menjadi Ketua Umum PB IPSI.
Selanjutnya, berkat ketelatenannya, ia sukses membuat Kejuaran Pencak Silat Dunia dengan menggandeng pesilat dari Malaysia dan Singapura pada 1982 dan 1984 di Jakarta. Berikutnya kejuaran dunia pencak silat digelar pada 1986 di Winna Austria, 1987 di Malaysia, 1988 di Singapura, 1990 di Den Haag Belanda, dan1992 di Indonesia.
Berkat usahanya, pada Sea Games 1987pencak silat mulai dipertandingkan. Bahkan sejak 2003 pencak silat sudah diakui oleh Olympic Committee of Asian (OCA) Komite Olimpiade Asia. Setelah diakui oleh badan internasional ini, pencak silat telah resmi diperlombakan pada Asia Beach Games 2008 di Bali. Lalu, dilombakan dalam ajang Asia Martial Art Games 2009 di Thailand, juga Asian Indoor Games di Hanoi, November 2009.
Penghargaan dan Gelar Kehormatan
Prestasi Eddie makin moncer, beragam penghargaan diraihnya, pada 1997 Eddie diangkat sebagai pendekar besar kehormatan peguruan silat Tapak Suci dan pada 2005, ia menerima anugerah selendang kehormatan tertinggi dari Pertumbuhan Seni Silat Lincah Malaysia. Lalu, pada 2008, ia ditetapkan sebagai Bapak Pencak silat Eropa di Swiss, berbarengan dengan ajang kejuaraan pencak silat Eropa.
Atas jasa besarnya memajukan dunia pencak silat Indonesia di kancah nasional dan internesional, pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ia diberi gelar Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Pratama dari Pemerintah Republik Indonesia. Berikutnya, pada Mei 2011, Eddie mendapat gelar Doctor of Philosophy dalam bidang Martial Art dari Asia Pacific Open University, Malaysia. Sampai saat ini, Eddie dipercaya sebagai Ketua Dewan Kehormatan BAMUS Betawi. (ass)