JAKARTA (Panjimas.com) – Pasca pertemuan Tim 11 Alumni 212 dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor, Ahad (22/4) lalu, Ketua Umum Parmusi H. Usamah Hisyam saat bincang-bincang dengan Forum Jurnalis Muslim (Forjim), Ahad (29/4) malam, kembali menegaskan, bahwa dirinya bukan calo.
“Saya bukan type calo, apa yang mau dicaloin. Pertemuan ulama dengan Presiden itu bukan soal mengundang atau tidak mengundang. Ulama tidak minta diundang, begitu juga Istana juga tidak mengundang,” kata Usamah di kantornya di bilangan Rabunan, Jakarta Selatan.
Kepada Forjim, Usamah menjelaskan latar belakang pertemuan Tim 11 dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor. Ketika itu ada 6 orang hadir menemui Presiden, termasuk dirinya. “Ketika itu kami silaturahim dalam rangka memperjuangkan aspirasi para ulama untuk dapat melaksanakan Pembukaan UUD Negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Dalam perspektif Islam, kalimat Ketuhanan Yang Maha Esa adalah kalimat Tauhid, dimana Alquran dan As sunnah menjadi pedoman hidup umat Islam di Indonesia. “Kita ingin agar nilai-nilai ketuhanan itu menjadi landasan syariat Islam untuk dapat dilaksanakan umat Islam di Indonesia. Kalau ada kelompok yang mengatakan, syariat Islam bertentanga dengan Pancasila, anti NKRI, anti toleransi, ataupun garis keras, itu tidak benar, dan kami tidak terima.”
Dikatakan Usamah, dalam priambol Pembukaan UUD 45, sumber hukum Negara ini bukanlah berdasarkan sekularisme, tapi teologis. Kerena itu, nilai-nilai agama harus dilaksanakan. Umat Islam sebagai pemeluk agama mayoritas tentu ingin menerapkan syariat islam. Itulah sebabnya, di era demokrasi, ruang dakwah harus diperluas, jangan dipersempit. Dakwah amar maruf nahi munkar harus dilaksakan.
Selain itu, para ulama juga tidak ingin ada kriminalisasi ulama di Indonesia. Sudah saatnya, kriminalisasi itu segara dihentikan, dengan dibebaskannya para aktivis pergerakan Islam, dan ditandai dengan pulangnya Habib Rizieq Syihab ke Indonesia.
“Kita semua tahu, Habib Rizieq sangat dirindukan umat. Beliau harus berdakwah kembali disini. Saya tegaskan, tuntutan agar Habib Rizieq kembali ke Tanah Air merupakan aspirasi ulama, bukan aspirasinya Habib Rizieq. Adapun Habib sendiri tidak pernah memperjuangkan dirinya supaya bisa pulang.”
Kepada Usamah, Habib Rizieq mengatakan, bahwa dirinya tidak masalah jika tidak pulang ke Tanah Air. Ia merasa nyaman-nyaman saja di Mekkah, bahkan bisa fokus ibadah. Juga tidak pernah kekuarangam alias berkah. Malah bisa bertemu dengan banyak tokoh di sana. Habib bisa lebih sibuk ketimbang di Indonesia, dalam sehari bisa bertemu dengan banyak orang.
Lalu Habib Rizieq menyarankan Usamah agar menemui Presiden dengan Tim 11 Alumni 212. Usamah Hisyam mengaku sudah bertemu dengan Habib Rizieq sebanyak tiga kali. “Saya sudah 3 kali ketemu Habib Rizieq. Pertemuan pertama saat Umrah bulan Desember 2017. Pertemuan kedua saat Umroh di bulan Februari 2018. Dan ketiga, pertemuan saat di Turki.”
Bulan Desember 2017, Usamah sempat bicara 4 mata dengan Habib Rizieq, membicarakan tentang rencana kepulangan ke Indonesia. Lalu kata Habib kepada Usamah begini:
“Kalau saya mau balik ke Indonesia bisa saja. Saya tidak takut, saya hanya takut kepada Allah. Saya hanya kasiyan dengan ulama dan aktivis pergerakan Islam yang lain, yang kasusnya belum dituntaskan. Saya baru mau pulang ke Indonesia, kalau kasus hukum aktivis pergerakan Islam yang lain sudah dituntaskan,” kata Usamah menirukan ucapan Habib Rizieq.
Kata Habib, lanjut Usamah, jika dirinya pulang lalu ditahan, dikahwatirkan pengikutnya marah besar dan terjadi chaos. Habib Rizieq tidak mau ada yang berlumurah darah atas kepulangannya nanti, apalagi jika dirinya ditahan. (ass)