JAKARTA (Panjimas.com) – Hari ini, Selasa (1/5/2018) Gala Premier Film 212 The Power of Love akan diluncurkan di Jakarta. Pada 9 Mei mendatang film bernuansakan religi tersebut akan diputar di bioskop terdekat.
Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno bersama sejumlah ulama dan tokoh Aksi 212, dan para selebritis hadir dalam Gathering dan Silaturahim bersama Tim Film 212 The Power of Love di Gedung The Bellagio, Kuningan, Jakarta, Sabtu (28/4) lalu.
Ulama yang hadir diantaranya, Ustaz Bachtiar Nasir, Ustaz Zaitun Rasmin, KH. Lutfi Fathullah, Ustaz Erick Yusuf, Neno Warisman, Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Fauzi Baadilla, Jastin Arimba selaku sutradara.
Dikatakan Helvy Tiana Rosa dalam siaran persnya, jika kita terlalu yakin film 212 The Power of Love akan sukses di pasaran, maka jangan kaget kalau film ini justru akan terperosok dalam kegagalan. Bisa jadi rasa terlalu percaya diri akan menjerumuskan kita pada kelalaian, saling mengandalkan, dan pada akhirnya semua jadi terlambat.
“Kalau film ini tidak menyentuh 7juta, keterlaluan!” komentar salah seorang pendukung 212. ”Film ini pasti meledak, jutaan orang ingin mengenang Aksi Bela Al Qur’an,” seru seorang alumni. “Ayo kita kalahkan film horror dan komedi vulgar dengan film islami,” ujar yang lain menyemangati.
Akan tetapi keyakinan ini bila berlebihan bisa menjadi boomerang yang melenakan. ”Gak perlu nonton di hari pertama (9 Mei 2018), nanti terlalu ramai.”
“Minggu depan saja nontonnya, pasti masih tayang.”
“Tidak perlu share info 212, yang lain pasti sudah pada tahu.”
Kenyataannya, gejala yang menunjukkan film ini tertatih-tatih jauh lebih kentara daripada bias sinar yang mengindikasikan film ini akan sukses besar.
Pertama, di youtube sejak Desember sampai Februari hanya ada 200.000 viewers. Artinya film ini tidak viral. Film sukses, trailer di youtube harus disaksikan jutaan orang. Memang saat ini sudah 500.000 viewer di youtube akan tetapi disokong dengan iklan, walaupun tetap positif, bukan viral murni.
Kedua, antusiasme yang berharap agar film ini gagal jauh lebih mewabah. Komentar pedas dan negatif berdatangan tanpa henti. Bahkan fitnah film ini disusupi pun bertebaran. Selain itu ada indikasi beberapa keyword yang mempromokan 212 mulai di ban di sosial media.
Ketiga, tidak banyak sharing di WA, twitter, Facebook, terkait dengan film ini. Keempat, gerakan sedekah tiket yang digadang bisa mencapai jutaan tiket bahkan kesulitan untuk sekadar menutup batas minimal 3.000 tiket.
Kelima, jangankan untuk iklan, sekalipun film ini lahir dari keinginan agar aksi bersejarah 212 diabadikan dalam layar lebar, dukungan finansial yang ada sangat minim. Produser harus mengais investasi selama berbulan untuk merampungkannya. Karena itu support sosal media dari relawan, alumni, dan pendukung 212 mempunyai peran yang sangat tinggi.
Akibatnya, karena keterbatasan publikasi, pihak bioskop berdasarkan pertimbangan profesional yang bisa dipahami, tidak berani memberi banyak layar, hanya 20 saja. Artinya, di beberapa provinsi tidak diputar. Sebagai perbandingan, film sukses bisa diputar di 400 s.d 700 layar di masa puncaknya.
Tapi kabar baiknya, pihak bioskop menjanjikan, jika kita bisa membuktikan di layar yang sedikit ini berjubel dan terjadi antrian panjang penonton di hari pertama 9 Mei, maka layar akan ditambah. Walau konsekuensinya, jika di layar yang sedikit pun tidak banyak yang menonton, maka layar akan dikurangi.
Semua dilihat dari performa di hari pertama. Pilihan kini ada di tangan kita. Allah bisa memberikan keajaiban, mengabulkan harapan dan doa tetapi manusia harus memantaskan diri untuk menerimanya.
“Semoga film ini sukses dan memberi kebaikan untuk semua, mengubah dominasi film horor yang sejak tahun lalu menenggelamkan film-film yang mengusung nama-Nya,” kata Helvy Tiana Rosa. (ass)