JAKARTA, (Panjimas.com) – May Day atau Hari Buruh Internasional yang jatuh tiap tanggal 1 Mei, bukanlah seremoni belaka. Namun, merupakan momentum refleksi terutama bagi Presiden untuk mengevaluasi sudah sejauh mana kebijakan dan programnya menyejahterakan kehidupan rakyatnya dirasakan dampaknya. Buruh atau kaum pekerja menjadi patakon tingkat kesejahteraan karena di sebuah negara yang buruhnya sudah sejahtera dapat dipastikan lapisan masyarakat lainnya, apapun profesinya juga sejahtera.
“Itulah kenapa isu Peringatan May Day dari tahun ke tahun, bukan hanya soal upah dan sistem ketenagakerjaan saja, tetapi isu-isu lain mulai dari pendidikan, pelayanan kesehatan, jaminan sosial, ketimpangan sosial dan ekonomi, penggusuran, pelestarian lingkungan hidup hingga menggugat berbagai kebijakan Pemerintah yang mempersulit kehidupan rakyat. Jika setiap May Day, tuntutan buruh semakin kritis dan banyak, artinya kehidupan rakyat makin susah,” ujar Ketua Komite III DPD RI yang membidangi persoalan tenaga kerja Fahira Idris, di Jakarta Senin, (30/4).
Fahira mengungkapkan, setiap ada kebijakan negara yang tidak berpihak kepada rakyat misalnya kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), kelangkaan BBM subsidi atau ketidakmampuan negara mengelola ekonomi yang mengakibatkan harga kebutuhan pokok meroket dan banyak usaha yang gulung tikar sehingga daya beli menurun, pasti berdampak langsung dan menyengsarakan buruh.
“Buruh, petani, nelayan, pelaku UMKM, dan kaum pekerja lainnya yang paling merasakan dampaknya jika Pemerintah tidak mampu mengelola ekonomi dengan baik dan benar. Sendi-sendi kehidupan mereka akan mereka terganggu bahkan lumpuh jika pertumbuhan dan pemerataan ekonomi terus stagnan begini,” tukas Senator Jakarta ini.
Sebagai informasi, selain menolak Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA), menolak buruh kasar TKA, menolak upah murah dan mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, dan merealisasikan 84 item Kebutuhan Hidup Layak (KHL), May Day tahun ini juga menyoroti kanaikan harga-harga kebutuhan pokok (beras), TDL, BBM, dan menuntut pemerintah serius membangun ketahanan pangan dan ketahanan energi. [RN]