SOLO, (Panjimas.com) – Narasi Islamopobia di Indonesia semakin marak beberapa tahun belakangan. Tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi para dai dan aktifis dakwah Islam. Faktanya, jika ditelusuri rekam jejak narasi Islamophobia di Indonesia berkembang sejak era kolonialisme Belanda.
Pakar Sejarah dan peneliti INSIST, Dr Tiar Anwar Bachtiar menuturkan bahwa “Indonesia ini, semenjak kedatangan Belanda (kolonial), Belanda ini sudah menanamkan pemikiran ke masyarakat, bahwa Islam itu jahat, jelek, buruk”.
Ia mengatakan bahwa Islamophobia disebarkan dengan tujuan men’demonisasi’ Islam agar masyarakat takut dengan ajaran Islam dan tak mendalaminya secara lebih serius.
“Salah satunya, Belanda membuat kisah-kisah sejarah yang memburukkan Islam, misalnya Dharmoghandul dan Gatholoco, sampai orang Islam sendiri merasa Islam itu tidak bagus, tidak layak untuk mereka pegang.” dan itulah mengapa kemudian orang Islam tidak terlalu tertarik secara lebih serius dan lebih mendalam”, jelasnya. Selasa, (24/4).
Dr Tiar Anwar pun menilai saat ini narasi produk kolonial tersebut masih kuat, bahkan dilegitimasi dengan hegemoni ilmu-ilmu Barat.
“Narasi kolonial saat ini masih kuat,” jelasnya. “Apalagi sekarang narasi itu dilegitimasi dengan ilmu-ilmu yang datang dari Barat, Di Barat, orang Islam belajar kesana dan itu masih diajarkan disana,” imbuhnya.
“Narasi tentang bagaimana buruknya Islam dan jeleknya Islam, itu sampai sekarang masih bersisa, maka ada istilah fundamentalisme, terorime, radikalisme,” ujarnya.
Menurutnya, Itu semua adalah produk narasi Barat tentang Islam, bahwa Islam punya potensi-potensi ke arah sana. Lebih lanjut, Ia menjelaskan bahwa narasi Islamophobia pun masih mengakar di bangku pendidikan.
“Usaha-usaha ini sampai sekarang terus dilestarikan dalam pengajaran tentang Islam di beberapa sekolah dan kurikulum-kurikulum, sehingga umat Islam sendiri banyak yang terpengaruh dengan Islamophobia ini”, pungkasnya.
Dr Tiar Anwar Bachtiar menyerukan kepada umat Islam untuk senantiasa bersabar dan berkomitmen penuh dalam upaya-upaya perjuangan untuk mengembalikan fakta-fakta yang benar dalam menghadapi Islamophobia.
Peneliti INSIST ini pun memaparkan sejumlah langkah strategis bagi umat Islam, salah satunya adalah dengan meluruskan sejarah. “Tentu pertama kita harus meluruskan sejarah. Dengan apa, ya kita harus belajar sejarah dengan benar, kemudian menyebarkannya,” pungkasnya.
Kedua, Ia pun menghimbau agar umat Islam dapat menguasai media. Ketiga, Ia menekankan bahwa Umat Islam harus senantiasa menampilkan akhlaqul karimah. Keempat, bagaimana upaya untuk meraih kemenangan di bidang politik. “Tunjukkan akhlak Islam dan kuasai politik,” imbuhnya.
Ia pun turut berpesan agar para pemuda Islam kritis terhadap ilmu. Selain itu, para pemuda Islam harus mempertanyakan secara kritis ilmu-ilmu yang datang dari Barat
“Pemuda Islam harus kritis terhadap ilmu, terutama yang menggambarkan Islam dan yang datang dari barat”, ujarnya.
“Harus dipertanyakan secara serius ilmu-ilmu yang datang dari mereka, kita tidak boleh taqlid pada pemikiran-pemikiran barat, kita sebetulnya punya hak sendiri untuk menentukan apa yang baik untuk kita,” jelasnya.
“Anak-anak muda harus lebih mendalami Islam, dengan semakin mendalami Islam, maka kita akan mengetahui bagus dan hebatnya Islam dalam menjawab masalah kemanusiaan”, ungkapya.[IZ]