GAZA, (Panjimas.com) – Ribuan warga Gaza Kamis (26/04) lalu tampak menghadiri pemakaman seorang jurnalis Palestina Ahmed Abu Hussein, yang meninggal dunia akibat luka yang dideritanya 2 pekan lalu saat meliput aksi “Gerakan Pulang Raya”, “Great Return March” besar-besaran yang dimulai akhir bulan Maret lalu di dekat perbatasan Timur Jalur Gaza.
Ahmed Abu Hussein sedang mendokumentasikan aksi protes Palestina di daerah Abu Safiya di bagian Timur kota Jabalia di Jalur Gaza bagian Utara ketika dia kemudian ditembak di bagian perutnya oleh seorang penembak jitu Israel, dilansir dari Middle East Monitor.
Karena tingkat keparahan luka-lukanya, Ahmed Abu Hussein dipindahkan ke Rumah Sakit Pemerintah Ramallah di Tepi Barat, di mana dia akhirnya menhembuskan nafas terakhirnya disana.
Abu Hussein adalah wartawan ked-2 yang dibunuh saat sedang meliput aksi protes di Jalur Gaza.
Pada tanggal 6 April, seorang fotografer Palestina Yaser Murtaja ditembak di bagian perut di dekat perbatasan Gaza dengan Israel saat mengenakan jaket antipeluru berwana biru dengan tulisan “PRESS” yang sangat jelas di atasnya. Dia meninggal dunia karena luka-lukanya di rumah sakit pada hari berikutnya.
Beberapa wartawan lain juga terluka ketika meliput aksi protes massal “Greta Return of March”- pemerintah Israel mengatakan mereka sedang menyelidiki serangan itu.
Menurut Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, 41 warga Palestina telah dibunuh oleh pasukan Israel sejak awal gerakan Pulang Raya dimulai pada tanggal 30 Maret dan 5.511 korban lainnya menderita luka-luka.
“Selama periode antara 30 Maret 2018 dan 20 April 2018, para penembak jitu Israel telah menewaskan 39 pengunjuk rasa, sebagian besar dari mereka adalah warga sipil yang tidak bersenjata, dan melukai 5.000 orang lainnya, termasuk wartawan. Para pengunjuk rasa ini tidak menimbulkan ancaman bagi kehidupan para tentara Israel,” ungkap pernyataan Euro-Mediterranean Human Rights Observatory Human Rights Monitor.
Selama Aksi protes Jumat (20/04), 4 warga Palestina – termasuk Mohammed Ibrahim Ayoub yang berusia 15 tahun – gugur menjadi martir oleh tembakan tentara Israel.
Setidaknya hingga 23 April, tercacat 41 warga Palestina gugur menjadi martir sementara ribuan korban lainnya terluka akibat tembakan Israel selama rentetan aksi demonstrasi anti-pendudukan di perbatasan Gaza sejak 30 Maret lalu.
Warga Palestina di Gaza mengadakan aksi demonstrasi selama 6 pekan di sepanjang perbatasan yang mencapai puncaknya pada tanggal 15 Mei mendatang. Hari itu akan menandai peringatan 70 tahun pendirian negara Israel – sebuah acara yang disebut oleh warga Palestina sebagai peristiwa “Nakba” atau “Malapetaka”.
Para pengunjuk rasa menuntut agar para pengungsi Palestina diizinkan mendapatkan hak-haknya untuk pulang kembali ke kota-kota dan desa-desa yang keluarga mereka diami saat terpaksa melarikan diri, atau diusir dari tanah miliknya, saat negara Yahudi Israel dideklarasikan pada tahun 1948.
Sejak Jumat pagi, puluhan ribu warga Gaza berkumpul di perbatasan Timur Gaza sepanjang 45 kilometer yang berbasan dengan Israel untuk menegaskan kembali hak-hak mereka untuk pulang kembali ke rumah leluhur dan tanah air mereka di Palestina yang bersejarah.
Puluhan ribu warga Palestina di Jalur Gaza, Jumat (30/03) lalu berkumpul di wilayah perbatasan Timur Gaza dengan Israel, di mana mereka menggelar aksi unjuk rasa “Great Return March” [Gerakan Pulang Raya] dalam rangka menegaskan kembali hak-hak mereka untuk kembali pulang ke rumah leluhur dan tanah air mereka di Palestina yang bersejarah.
Aksi demonstrasi massal Jumat (30/03) itu juga dimaksudkan untuk menekan Israel agar segera mencabut blokade terhadap wilayah pesisir Gaza yang sudah berlangsung selama lebih dari satu dekade. Aksi ini didukung oleh hampir semua faksi politik Palestina, yang telah berulang kali menekankan bahwa kegiatan ini merupakan aksi damai.
Para aktivis Palestina menggambarkan kamp-kamp dan tenda-tenda perkemahan itu sebagai “titik pementasan untuk kami kembali ke tanah air dari mana kami diusir pada 1948”, dikutip dari Anadolu.[IZ]