RAMALLAH, (Panjimas.com) – Seorang pejabat senior Palestina, menyerukan penyelidikan internasional terhadap kekerasan brutal Israel terhadap warga Palestina, Sabtu (21/04). Hal ini disampaikannya dalam konferensi pers di kota Ramallah, Tepi Barat.
Saeb Erekat mengatakan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah meluncurkan penyelidikan awal terhadap “kejahatan-kejahatan” Israel terhadap rakyat Palestina.
“Sekarang, ICC diminta untuk segera menyatakan penyelidikan internasional atas kejahatan-kejahatan ini,” pungkas Sekretaris Jenderal Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), dilansir dari Anadolu Ajansi.
“Sudah saatnya bagi Jaksa Penuntut ICC untuk membuka penyelidikan terhadap Perdana Menteri Israel [Benjamin Netanyahu] dan Menteri Pertahanannya [Avigdor Lieberman] tentang peristiwa penembakan orang-orang kami dan anak-anak kami di Jalur Gaza”, tegasnya.
Setidaknya 41 warga Palestina gugur menjadi martir sementara ratusan korban lainnya terluka akibat tembakan Israel selama rentetan aksi demonstrasi anti-pendudukan di perbatasan Gaza sejak 30 Maret lalu.
Sebagian besar kematian dilaporkan disebabkan oleh peluru pasukan zionis Israel.
Saeb Erekat menuding Duta Besar AS untuk PBB, Nicky Healy, mendorong pembunuhan terhadap rakyat Palestina.
“Saya belum mendengar pejabat Israel berbicara tentang membuka penyelidikan terhadap kejahatan perang Israel, tetapi itu adalah utusan Timur Tengah Presiden Donald Trump, Jason Greenblatt, yang mengumumkan pembukaan penyelidikan Israel ke dalam keadaan membunuh 15 tahun – anak lelaki di Gaza kemarin,” jelasnya.
“Dia [Greenblatt] menjadi juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, dan dia menyerang kami hari ini, karena kami mengatakan demikian,” imbuhnya.
Warga Palestina di Gaza mengadakan aksi demonstrasi selama 6 pekan di sepanjang perbatasan yang mencapai puncaknya pada tanggal 15 Mei mendatang. Hari itu akan menandai peringatan 70 tahun pendirian negara Israel – sebuah acara yang disebut oleh warga Palestina sebagai peristiwa “Nakba” atau “Malapetaka”.
Para pengunjuk rasa menuntut agar para pengungsi Palestina diizinkan mendapatkan hak-haknya untuk pulang kembali ke kota-kota dan desa-desa yang keluarga mereka diami saat terpaksa melarikan diri, atau diusir dari tanah miliknya, saat negara Yahudi Israel dideklarasikan pada tahun 1948.
Menanggapi banyaknya korban jiwa dan luka dalam Aksi “Great Return March”, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyatakan hari Sabtu sebagai hari berkabung nasional atas kematian belasan warga Palestina, Jumat (30/03).
Sejak Jumat pagi, puluhan ribu warga Gaza berkumpul di perbatasan Timur Gaza sepanjang 45 kilometer yang berbasan dengan Israel untuk menegaskan kembali hak-hak mereka untuk pulang kembali ke rumah leluhur dan tanah air mereka di Palestina yang bersejarah.
Puluhan ribu warga Palestina di Jalur Gaza, Jumat (30/03) lalu berkumpul di wilayah perbatasan Timur Gaza dengan Israel, di mana mereka menggelar aksi unjuk rasa “Great Return March” [Gerakan Pulang Raya] dalam rangka menegaskan kembali hak-hak mereka untuk kembali pulang ke rumah leluhur dan tanah air mereka di Palestina yang bersejarah.
Aksi demonstrasi massal Jumat (30/03) itu juga dimaksudkan untuk menekan Israel agar segera mencabut blokade terhadap wilayah pesisir Gaza yang sudah berlangsung selama lebih dari satu dekade.
Aksi ini didukung oleh hampir semua faksi politik Palestina, yang telah berulang kali menekankan bahwa kegiatan ini merupakan aksi damai.
Para aktivis Palestina menggambarkan kamp-kamp dan tenda-tenda perkemahan itu sebagai “titik pementasan untuk kami kembali ke tanah air dari mana kami diusir pada 1948”, dikutip dari Anadolu.[IZ]