JAKARTA, (Panjimas.com) – Masih berkaitan dengan adanya pertemuan yang terjadi antara Tim 11 Ulama dengan Presiden Jokowi berapa hari lalu di Istana Bogor yang isi pertemuan itu adalah membicarakan tentang masih terjadinya kasus kriminalisasi para ulama dan aktivis Islam, bahkan sampai dengan saat ini kasus kasus kriminalisasi tersebut belum kunjung selesai permasalahanya. Berbagai pihak pun angkat bicara soal permasalahan itu.
Termasuk Ikatan Advokat Muslim Indonesia (IKAMI) yang diwakili oleh Sekjennya, Djuju Purwantoro SH pun menyampaikan pendapatnya soal krimimalisasi ulama tersebut. Menurut IKAMI, bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atau menganut azas hukum, oleh karenanya segala sendi sendi kehidupan di negara ini baik individu maupun sistem kenegaraan harus diatur dan sesuai dengan hukum. Setiap orang berkesamaan dimuka hukum sesuai pasal 27 ayat (1) UUD 1945, (equality before the law).
“Perihal kedatangan para ulama Tim 11 yang menemui Presiden Jokowi di Istana Bogor, tujuan utamanya adalah untuk menagih janji dan mengingatkan Presiden, karena lebih setahun lalu Presiden sepakat tidak akan ada lagi kriminalisasi terhadap ulama dan aktifis muslim. Saya sebagai tim kuasa hukum atas kasus Jonru Ginting, Saracen, DR. Alfian Tanjung, dll, ternyata para terdakwa tersebut masih terus diproses sampai ke pengadilan. Tuduhan atas mereka tampak dipaksakan sesuai target asal dihukum, walaupun fakta hukum, dan bukti-bukti dalam persidangan seperti mengada-ada dan demikian lemahnya,” kata Djuju Purwantoro kepada Panjimas secara tertulis pada hari Kamis, (26/4).
Dirinya mencontohkan, misal kasus Jasriadi yang dikatakan sebagai pimpinan Saracen, dalam putusan hakim ternyata tidak terbukti sama sekali tuduhan yang digembar gemborkan sebagai, pabrik ujaran kebencian, penyebar berita bohong (hoax), fitnah, motif uang dan unsur politis. Kemudian kasus Jonru Ginting yang dituduh melakukan ujaran kebencian sesuai UU ITE, juga sangat ketara sekali mengada ada tuduhannya, karena apa yang diungkapkan Jonru adalah merupakan kritik sosial dan keagamaan tentang bahayanya aliran syiah di Indonesia.
Demikian halnya kasus Ustadz Alfian Tanjung, yang selalu mengingatkan masyarakat, agar mewaspadai akan bahaya bangkitnya aliran komunis, tapi justru dihukum, juga dengan dasar UU ITE. Sementara itu para oknum yang disinyalir dekat dengan penguasa seperti Ade Armando, Victor Laiskodat, Sukmawati, dll, tidak juga tersentuh oleh proses hukum yang ada.
“Sampai saat ini kasus para ulama seperti Habib Riziq Shihab, Ust. Al Khatath, Ust. Zulkarnain Ali, dan banyak aktifis muslim lainnya, status hukum mereka dibiarkan menggantung dengan status Tersangka, yang semestinya dikeluarkan SP3 nya. Faktanya sampai saat ini para penegak hukum baik polisi, Jaksa dan Hakim tetap saja masih melakukan kriminalisasi dan diskriminasi hukum, dalam penegakkan hukum terutama kepada golongan penganut muslim,” tuturnya.
Untuk itu dirinya menyampaikan, maka seyogiyanya seorang Presiden patut mengingatkan dan menegur (tanpa dimaksudkan intervensi) kepada para aparatur penegak hukum yang ada dibawah tersebut untuk menegakkan hukum (law enforcement) secara konsekwen, adil dan tanpa tebang pilih.
“Jangan juga sampai timbul stigma dalam masyarakat kalau pemerintahan ini tidak adil dalam penegakkan hukum, sehingga mencoreng rasa ketidak adilan, yang setiap saat berpotensi menimbulkan kegaduhan dan gesekan secara horizontal,” pungkasnya.[ES]