JAKARTA (Panjimas.com) — Di Indonesia, menurut data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hak Asasi Manusia dan Hukum, ada 14.364 pengungsi dan pencari suaka di 2017. Sekitar 1.958 pengungsi tinggal di Rumah Detensi Imigrasi, 2.062 di ruang tahanan Kantor Imigrasi dan 32 di Direktorat Jenderal Imigrasi.
Sekitar 4.478 pengungsi juga tinggal di rumah komunitas dan 5.382 pengungsi hidup sebagai pengungsi independen. Masalah pengungsi adalah hasil dari krisis kemanusiaan di negara asal mereka. Misalnya, krisis kemanusiaan di Myanmar yang telah mempengaruhi warga etnis Rohingya, sebuah etnis minoritas di Myanmar. Selain itu, dimungkinkan ada penindasan militer dan pemerintah terhadap etnis minoritas (muslim) di Thailand Selatan dan Filipina Selatan.
Menurut data UNHCR per 31 Desember 2016, ada 7.154 pengungsi dari Afghanistan (49,7%), 1.446 pengungsi dari Somalia (10%), 954 pengungsi dari Myanmar (6,6%), 946 pengungsi dari Irak (6,5%) , 725 pengungsi dari Nigeria (5%), 540 pengungsi dari Srilanka (3,7%) dan 2.640 pengungsi lainnya dari berbagai negara.
PAHAM Indonesia dan Dompet Dhuafa mendorong semua pemangku kepentingan untuk sesegera mungkin mengembangkan mekanisme dan SOP penanganan pengungsi dan pencari suaka di bidang pendidikan serta kesehatan. Indonesia meski belum meratifikasi konvensi PBB tahun 1951 terkait pengungsi dan pencari suaka tetap perlu didorong adanya upaya dan regulasi yang berkelanjutan, terencana, dan sistematis.
“Dompet Dhuafa dalam rangka 25 tahun ini terus bekerjasama dan menjadi penggerak dalam kasus kemanusiaan di Dunia Internasional, bersinergi dan berkolaborasi dengan lembaga-lembaga nasional maupun Internasional adalah langkah kami untuk menuntaskan permasalahan bagi para pengungsi”, terang Sabeth Abilawa sebagai Direktur Program Dompet Dhuafa.
Dalam merespon isu pengungsi dan pencari suaka yang kondisinya cukup memprihatinkan tersebut, Dompet Dhuafa menggulirkan School For Refugees untuk memberikan aktifitas positif sebagai bentuk trauma healing sekaligus pembelajaran bahasa indonesia bagi anak-anak pengungsi. Selain itu, Dompet Dhuafa bekerjasama dengan UNHCR memfasilitasi kesehatan dasar pengungsi, dengan tujuan mengurangi angka kematian ibu-bayi di masa persalinan.
“Diharapkan kerjasama antara PAHAM Indonesia dan Dompet Dhuafa untuk untuk mendukung upaya pengembangan dan penguatan mekanisme serta melibatkan Pemerintah Indonesia, lembaga zakat, lembaga kemanusiaan dan organisasi non-pemerintah (LSM), ditambah IHRA (Initiative for Human Rights in Asia)” tutup Sabeth Abilawa. (ass)