JAKARTA, (Panjimas.com) – Menanggapi JPU yang menuntut Ustadz Alfian Tanjung dengan pasal 28 ayat 2 pada hari Rabu (25/4) di PN Jakarta Pusat. Pihak Penasuhat Hukum melihatnya sebagai fenomena yang lagi trend di pakai di berbagai kasus persidangan saat ini.
Penasihat hukum Alfian, Abdullah Al-Katiri sudah menduga bahwa jaksa akan menuntut dengan Pasal 28 Ayat 2. Padahal, pasal tersebut berkaitan dengan SARA. Sedangkan golongan yang dimaksud dalam Undang-Undang adalah golongan penduduk sesuai Hukum Tata Negara, bukan golongan partai.
Hal itu dipaparkan jelas oleh para saksi ahli dalam persidangan. Diantaranya Yusril Ihza Mahendra, Abdul Chair Ramadhan dan ahli hukum dari JPU.
“Indonesia ini sedang kena virus Pasal 28 Ayat 2. Dalam pasal itu ada kata sengaja dan tidak berhak. Dan bukan atau. Jadi kalau orang melakukan sengaja dan dia berhak, tidak bisa (dipidana),” tutur Al Katiri.
Terlebih, Alfian Tanjung merupakan pemerhati gerakan komunis sejak 25 tahun silam. Al Katiri menjelaskan pihaknya siap melakukan pledoi pada Rabu (2/5) mendatang.
“Pasal 28 Ayat 2 ini jelas dimana-dimana dikenakan. Dan perlu diingat, pelapor dari awal mengambil dari akun Sebar.com. Media online yang tidak mempunyai izin. Berarti, dialah yang pertama kali melakukan tindak pidana dengan menyebarkan (Pasal) 28 Ayat 2,” ujar Ketua Ikatan Advokat Muslim (IKAMI) ini.
Selain itu Sebar.com melanggar Pasal 32 Ayat 1 UU ITE dengan menyebarkan twit Alfian dan tidak mendapatkan izin dari pemilik. Termasuk Pasal yang diterapkan terhadap Alfian tidak diatur dalam UU Nomor 19 Tahun 2016.
“Silakan di cek apakah ada Pasal 28 Ayat 2 dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Tidak ada. Jadi, beliau ini dituntut dengan norma yang tidak ada. Dan barang bukti yang disidangkan adalah barang bukti yang didapat dari perbuatan melawan hukum,” pungkasnya. [ES]