GAZA, (Panjimas.com) – Seorang pemuda Palestina Senin (23/04) akhirnya meninggal dunia karena luka-luka yang dideritanya akibat tembakan Israel selama aksi demonstrasi anti-pendudukan di wilayah perbatasan Jalur Gaza, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Kematian terbaru pemuda Senin itu kemudian meningkatkan jumlah korban yang gugur sebagai martir menjadi 41 jiwa, sementara ratusan lainnya juga terluka akibat tembakan Israel sejak aksi protes ini dimulai pada 30 Maret lalu, dikutip dari AA.
“Tahrir Saeed, 18 tahun, yang berasal dari Khan Younis, Jalur Gaza Selatan, meninggal dunia karena luka di kepalanya pada hari Senin,” pungkas juru bicara Kementerian Kesehatan Ashraf al-Qidra.
Warga Palestina di Gaza mengadakan aksi demonstrasi selama 6 pekan di sepanjang perbatasan yang mencapai puncaknya pada tanggal 15 Mei mendatang. Hari itu akan menandai peringatan 70 tahun pendirian negara Israel – sebuah acara yang disebut oleh warga Palestina sebagai peristiwa “Nakba” atau “Malapetaka”.
Para pengunjuk rasa menuntut agar para pengungsi Palestina diizinkan mendapatkan hak-haknya untuk pulang kembali ke kota-kota dan desa-desa yang keluarga mereka diami saat terpaksa melarikan diri, atau diusir dari tanah miliknya, saat negara Yahudi Israel dideklarasikan pada tahun 1948.
Menanggapi banyaknya korban jiwa dan luka dalam Aksi “Great Return March”, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyatakan hari Sabtu sebagai hari berkabung nasional atas kematian belasan warga Palestina, Jumat (30/03).
Sejak Jumat pagi, puluhan ribu warga Gaza berkumpul di perbatasan Timur Gaza sepanjang 45 kilometer yang berbasan dengan Israel untuk menegaskan kembali hak-hak mereka untuk pulang kembali ke rumah leluhur dan tanah air mereka di Palestina yang bersejarah.
Puluhan ribu warga Palestina di Jalur Gaza, Jumat (30/03) lalu berkumpul di wilayah perbatasan Timur Gaza dengan Israel, di mana mereka menggelar aksi unjuk rasa “Great Return March” [Gerakan Pulang Raya] dalam rangka menegaskan kembali hak-hak mereka untuk kembali pulang ke rumah leluhur dan tanah air mereka di Palestina yang bersejarah.
Aksi demonstrasi massal Jumat (30/03) itu juga dimaksudkan untuk menekan Israel agar segera mencabut blokade terhadap wilayah pesisir Gaza yang sudah berlangsung selama lebih dari satu dekade.
Aksi ini didukung oleh hampir semua faksi politik Palestina, yang telah berulang kali menekankan bahwa kegiatan ini merupakan aksi damai.
Para aktivis Palestina menggambarkan kamp-kamp dan tenda-tenda perkemahan itu sebagai “titik pementasan untuk kami kembali ke tanah air dari mana kami diusir pada 1948”, dikutip dari Anadolu.[IZ]