ISTANBUL, (Panjimas.com) – “Para politisi sayap kanan menggunakan Islamophobia untuk memenangkan pemilihan umum”, demikian menurut seorang ilmuwan terkemuka yang mendalami permasalahan ini.
“Islamophobia, baik di Eropa maupun AS, digunakan sebagai proyek politik yang terhubung ke sayap kanan dan mungkin juga oleh elit politik yang menjelek-jelekkan Muslim untuk memenangkan pemilu,” pungkas Dr. Hatem Bazian, seorang pakar dari University of California-Berkeley, Ahad (08/04) saat mengikuti perhelatan Konferensi Internasional Islamophobia 3 hari di Sabahattin Zaim University, dilansir dari Anadolu.
Hatem Bazian, juga merupakan seorang kolumnis pekanan untuk surat kabar berbahasa Inggris yang berbasis di Istanbul, Daily Sabah.
“Maka, oleh karena itu, strategi demonisasi Muslim (menggambarkan Muslim seperti iblis-jahat) dan menargetkan Muslim didorong oleh politik elektoral,” ungkap Bazian, yang juga seorang pendiri dan Profesor Hukum dan Teologi Islam di Zaytuna College, perguruan tinggi kajian ilmu liberal arts Muslim terakreditasi pertama di AS.
Di beberapa negara Eropa, partai-partai sayap kanan memperoleh kemenangan elektoral di tengah krisis pengungsi – hasil ini merupakan yang terbesar di Eropa sejak era Perang Dunia II.
Hatem Bazian menjelaskan bahwa partai-partai politik sayap kanan “berusaha mendefinisikan diri mereka sebagai pelindung masyarakat Barat dari pihak luar, yang pada dasarnya adalah satu-satunya cara bagi mereka untuk mengembalikan kehormatan.”
Menurut Bazian, kelompok neo-Nazi, skinhead dan supremasi kulit putih menggunakan wacana anti-Muslim untuk menarik perhatian sete sebelumnya terpinggirkan dalam masyarakat.
Gelombang Islamophobia Meningkat di Eropa
Lembaga Kajian Politik, Ekonomi, dan Sosial yang berbasis di Ankara, Foundation for Political, Economic and Social Research (SETA) dalam laporan tahunannya yang dirilis Senin (02/04) mengevaluasi kejahatan anti-Muslim di Eropa berdasarkan laporan tiap negara-negara Eropa.
Menurut European Islamophobia Report 2017, gelombang Islamophobia meningkat tajam di Eropa.
Laporan European Islamophobia Report 2017 (EIR) mengungkapkan 908 kejahatan terhadap umat Islam, mulai dari serangan verbal dan fisik hingga upaya pembunuhan, dan serangan-serangan ini menargetkan Muslim di Jerman, serta 664 serangan di Polandia, 364 serangan di Belanda, 256 serangan di Austria, 121 serangan di Prancis, 56 serangan di Denmark, dan 36 serangan di Belgia, dilansir dari Anadolu Ajansi.
Serangan itu berkisar diantara serangan verbal dan fisik bahkan hingga upaya pembunuhan muslim.
Laporan EIR 2017 itu menjelaskan bahwa sebagian besar pemerintah Eropa, bagaimanapun, tidak menerapkan kebijakan khusus untuk melawan Islamophobia, dan hanya memasukkan mereka dalam subkategori “kejahatan kebencian” dalam statistik Kepolisian resmi bahwa itu hanyalah “tindakan kriminal bermotif politik”.
“Jika angka-angka ini cukup mencolok untuk membingungkan kami, mereka tidak bisa dibandingkan dengan keadaan nyata materi,” ungkap laporan EIR 2017 itu.
SETA menambahkan bahwa data dan statistik yang tersedia tentang Islamophobia di Eropa “hanyalah puncak dari gunung es”.
Laporan itu menunjukkan bahwa Muslim Eropa akan terus menghadapi kebijakan diskriminatif tanpa pengakuan resmi dan tak terbantahkan tentang Islamophobia sebagai jenis kejahatan rasisme tertentu.
SETA mendesak lembaga Uni Eropa untuk mengakui dan mengatasi Islamofobia secara politik sebagai “suatu bentuk rasisme” yang dapat menyebabkan pelanggaran hak asasi manusia.
Laporan EIR itu menambahkan: “Pengakuan hukum dan politik Islamophobia adalah yang paling penting. Oleh karena itu, konferensi tingkat Eropa tentang Islamophobia harus diorganisir dengan dukungan setidaknya salah satu negara anggota Uni Eropa atau Parlemen Eropa.” [IZ]