Jakarta (Panjimas.com) – Mandatori Sertifikasi Halal harus jelas, sehingga tidak ada lagi produk yang abu-abu. Jika suatu produk yang dikonsumsi masyarakat tidak jelas haram dan halalnya, itu sama halnya seperti banci.
“Jika Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) belum siap, bukan berarti sertifikasi halal menjadi terhenti. Karena umat butuh perlindungan untuk mengkonsumsi produk yang abu-abu alias tidak jelas kehalalannya. “Jadi, LPPOM MUI tetap memberi sertifikasi halal,” kata Ketua Umum MUI KH. Ma’ruf Amin saat menjadi keynot speaker Seminar Nasional “Mandatory Sertifikasi Halal: BPJPH, LPPOM, atau BPJPH-LPPOM” di Hotel Gren Alia Jakarta, Jl. Cikini Raya No.46, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (16/4)
Kiai Ma’ruf mengatakan, hanya MUI yang boleh menetapkan suatu produk itu darurat atau tidaknya, bukan produsen. “Dulu belum ada vaksin maningtis halal, MUI membolehkan masyarakat untuk menggunakannya. Tapi kalau sudah ada vaksin halal, maka statusnya bukan lagi darurat. Bahkan status daruratnya akan dicabut,” ujarnya.
“Yang halal itu tetap halal, dan yang haram itu tetap haram. Sertifikasi halal itu adalah upaya untuk melindungi umat dalam mengkonsumsi produk, mulai dari makanan, obat-obatan. Dan itu merupakan bagian dari syariat dan tuntunan agama.”
Kiai Maruf menegaskan, Halal harus menjadi life style, bahkan menjadi budaya kehidupan. Produk itu bukan hanya aman, tapi juga hiegenis, thoyib, dan halal. Semua itu tak dapat dipisahkan. “Halal juga punya nilai bisnis. Bukan hanya muslim yang mengkonsumsi dan menikmati halal, tapi juga non-muslim,” kata KH. Ma’ruf Amin. (ass)