Jakarta (Panjimas.com) — Lembaga Advokasi Indonesia Halal Watch(IHW) menggelar Seminar Nasional bertemakan “Mandatory Sertifikasi Halal: BPJPH, LPPOM, atau BPJPH-LPPOM” di Hotel Gren Alia Jakarta, Jl. Cikini Raya No.46, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (16/4) dengan menghadirkan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Ma’ruf Amin sebagai Keynote Speech.
Adapun narasumber yang dihadirkan antara lain: Prof. Ir. Sukoso, M.Sc, Ph.D (Kepala BPJPH), H. Iksan Abdullah SH, M.H (Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch), Dr. Lukmanul Hakim, M.Si (Direktur LPPOM MUI), dan Dr. Ir. Penny K. Lukito, MCP (Kepala BPOM).
Memasuki 4 tahun Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Mandatory Sertifikasi Halal wajib dijalankan demi menyelamatkan Dunia Usaha & Industri guna menyelamatkan ketersediaan Produk Halal di Masyarakat.
Sejak 17 Oktober 2014 UU JPH di undangkan sampai saat ini belum dirasakan kehadirannya bagi masyarakat, serta belum memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dunia usaha dan percepatan industri halal di Tanah Air.
“Kita tertinggal dari Malaysia, Singapura bahkan Thailand. Kondisi seperti ini menunjukan kurang seriusnya perhatian Pemerintah terhadap industri halal, dan ketersediaan produk halal, sesuai harapan masyarakat. Pemerintah dalam hal ini Kementrian Agama terlihat gamang untuk melaksanakan Sistem Jaminan Halal sesuai perintah Undang-Undang,” kata Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, H. Iksan Abdullah SH, M.H.
Peraturan Pemerintah (PP) Jaminan Produk Halal sebagai peraturan pelaksana undang-undang yang tidak kunjung terbit berkontribusi menjadikan tidak berfungsinya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).
Sampai saat ini belum lahir satu pun Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang mendapatkan akreditasi dari BPJPH dan MUI, karena syarat terbentuknya LPH harus terlebih dahulu memiliki auditor halal yang telah disertifikasi oleh MUI. Dan 1700an Auditor Halal yang ada saat ini adalah yang dimiliki LPPOM MUI yang dihasilkan selama 29 tahun.
BPJPH dan MUI hingga kini belum rampung merumuskan standar akreditasi bagi LPH dan Sertifikasi bagi Auditor halal pasca diundangkannya UUJPH. Keadaan ini teramat serius guna menjawab apakah Mandatori Sertifikasi Halal dapat dijalankan sesuai amanat UU JPH?
Kondisi ini diharapkan tidak menimbulkan keraguan dan kegamangan apalagi kegalauan bagi dunia usaha dan Industri serta UKM yang akan mengajukan permohonan dan perpanjangan sertifikasi halal. Serta tidak perlu juga harus menunggu karena UU JPH telah cukup memberikan instrumen untuk mengantisipasi keadaan demikian, yakni melalui skema yang telah disiapkan pembuat Undang-Undang, yakni menunjuk Pasal 59 dan 60 UU JPH.
Guna menjawab berbagai pertanyaan di Masyarakat. Permohonan dan perpanjangan sertifikasi halal saat ini diajukan kepada LPPOM MUI ataukah ke BPJPH? Sementara kewajiban (mandatory) sertifikasi semakin dekat, yakni 17 Oktober tahun 2019.
Maka perlu diberikan jawaban berupa kepastian. Agar tidak menimbulkan keadaan yang tidak pasti bagi Dunia Usaha dan Industri. Tarik menarik kepentingan antara kementerian terkait dalam pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) menyebabkan terhambatnya penerbitan Peraturan Pemerintah “karena memang harus sinkron dan harmony “.
“Macetnya Pembahasan PP tidak perlu dihawatirkan berlebihan akan menimbulkan persoalan baru dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 dan berimplikasi pada penerapan sistem jaminan halal di Indonesia, karena UU JPH telah memiliki exit close untuk mengantisipasi keadaan ini,” kata Iksan.
Hanya tetap diperlukan sikap yang jelas dari Pemerintah agar tidak menimbulkan keraguan bagi dunia usaha dan industri, apakah mandatory sertifikasi halal dapat dijalankan melalui BPJPH pada saat ini atau sementara tetap dilakukan ole LPPOM MUI. Ini diperlukan kejelasan dan kejujuran dari Pemerintah.
Dikatakan Iksan, jika BPJPH saat ini belum siap, Mandatori Sertifikasi harus tetap dijalankan dengan berbagai skema kemudahan bagi dunia usaha, misalnya pemberian pentahapan waktu bagi sektor industri tertentu, penguatan LPPOM MUI dari segi kelembagaan, organisasi, jumlah Auditor halal dan sarana laboratorium.
Kejelasan dan kejujuran pemerintah sangat diperlukan guna menghindari ketidakpastian penyelenggaraan sistem jaminan halal dan ketersediaan produk halal di masyarakat sesuai amanat Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 jangan sampai menimbulkan ketidakpastian bagi menurunnya daya saing Dunia Usaha dan Industri dan berdampak pada Perekonomian Nasional.
Hal-hal strategis tersebut menjadi perhatian Indonesia Halal Watch untuk menyelenggarakan acara “Seminar Nasional” & Pendampingan bagi Dunia Usaha dan Industri untuk Memperoleh Sertifikasi Halal sekaligus untuk menjaring berbagai masukan yang berguna bagi Pemerintah dan Masyarakat dalam implementasi UUJPH dan menyongsong babak baru Sertifikasi Halal dari Sukarela (voluntary) menjadi Wajib Sertifikasi Halal (mandatory) di tahun 2019, berdasarkan prinsip perlindungan, kepastian, akuntabilitas, transparan dan keadilan.
Seminar sehari ini menghadirkan BPJPH, LPPOM MUI, BPOM, Dunia Usaha, Akademisi, Mahasiswa Pegiat dan Komunitas Halal dan Tokoh Masyarakat. Hasil seminar diharapkan dapat menjawab dan memberikan kontribusi bagi Pelaksanaan Sistem Jaminan Halal di Indonesia. (ass)