JAKARTA (Panjimas.com) – Kapal Pengawas Perikanan (KP) Hiu Macan Tutul 001 milik Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menangkap 2 kapal ikan asing (KIA) ilegal berbendera Filipina pada Sabtu (7/4) lalu.
Demikian siaran pers Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diterima Panjimas. Kapal tersebut ditangkap saat kedapatan melakukan illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) Laut Sulawesi.
Plt. Direktur Jenderal PSDKP Nilanto Perbowo mengungkapkan, kedua kapal berjenis light boat (purse seine) tersebut adalah FB. LB. Luke V dan FB. LB. John V. Keduanya adalah kapal penangkap ikan dengan ukuran masing-masing 15,06 GT dan 16,47 GT milik Golden Genesis Marine Resources Corp (GGMRC).
“Saat ditangkap, ditemukan 2 ABK berkewarganegaraan Filipina di FB. LB. Luke V dan 3 ABK Filipina di FB.LB. John V. Jadi tidak satu pun ABK-nya berkewarganegaraan Indonesia,” ungkap Nilanto dalam konferensi pers di Kantor KKP, Jakarta, Rabu (11/4).
Nilanto menambahkan, saat dilakukan pemeriksaan oleh KP. Hiu Macan Tutul 001, kedua kapal tidak memiliki satupun
dokumen perizinan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan dari pemerintah Indonesia. Selanjutnya, kedua kapal tersebut di kawal dan diserahkan kepada Pangkalan PSDKP Bitung pada 9 April 2018.
Menurut Nilanto, keberhasilan penangkapan KIA ilegal ini tak terlepas dari laporan langsung dari masyarakat dan dukungan pengawasan melalui udara (air surveillance) oleh Ditjen PSDKP pada 6 April 2018 dengan wilayah pengawasan disekitar perbasatan RI-Filipina.
Dari pengawasan tersebut terpantau adanya 2 unit lightboat berbendera Filipina dan 1 pumpboat sedang beroperasi di WPP-RI Perairan Laut Sulawesi (sekitar 6 Mil laut dari perbatasan RI-Filipina dan masuk ke WPP-RI). Atas dasar informasi tersebutlah KP Hiu Macan Tutul 001 berhasil melakukan pencegatan (intercept) dan penangkapan. Namun 1 pumpboat berhasil melarikan diri ke ZEE Filipina.
Kapal-kapal tersebut diduga melakukan pelanggaran di bidang perikanan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 dengan ancaman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp20 miliar.
Dengan keberhasilan penangkapan ini, tercatat sejak awal Januari 2018 – 10 April 2018, Kapal Pengawas Perikanan KKP telah menangkap 26 kapal ilegal yang terdiri dari 3 kapal Vietnam, 2 Filipina, 1 Malaysia, dan 20 kapal Indonesia.
Tak hanya menangkap KIA ilegal, dalam operasinya, KP Hiu Macan Tutul 001 juga berhasil menertibkan 9 rumpon ilegal yang diduga juga dimiliki oleh pemilik yang sama dengan kapal yang ditangkap. “Rumpon atau yang biasa disebut sebagai fish aggregating devices (FADs) ini sengaja dipasang sebagai pengumpul ikan di Laut Sulawesi sehingga ikan-ikan pelagis berkumpul di sana,” jelas Nilanto.
“Mereka (KIA Filipina) lebih suka menggunakan rumpon sebagai atraktor (pengikat) bagi ikan yang memiliki sifat fototaksis positif. Dengan demikian, kapal ilegal Filipina dapat menangkap ikan dalam jumlah yang banyak. Di rumah rumpon ini juga akan dipasang transmitter agar dapat terpantau terus oleh kapal-kapal yang ada di lapangan. Ini merupakan alat yang paling efektif dan banyak digunakan armada perikanan di dunia,” Nilanto melanjutkan.
Selanjutnya, bagian atas (ponton) rumpon-rumpon tersebut dipotong dan diamankan ke Pangkalan PSDKP Bitung.
Nilanto berpendapat, penertiban rumpon tak kalah penting dilakukan untuk menjaga kelestarian sumber daya perikanan. “Rumpon-rumpon yang dipasang tidak sesuai ketentuan, akan mempengaruhi jalur migrasi/ruaya ikan. Karena ikan akan terkumpul di rumpon-rumpon yang dipasang, sehingga ikan yang bisa ditangkap nelayan menjadi berkurang,” tuturnya.
Pemasangan rumpon atau alat bantu pengumpul ikan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 26/PERMEN-KP/2014. Sebelum seseorang memasang alat yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasi penangkapan ikan ini, ia wajib mengantongi Surat Ijin Pemasangan Rumpon (SIPR).
Selain itu, pemasangan rumpon harus sesuai dengan daerah penangkapan ikan sebagaimana tercantum dalam Surat Ijin Penangkapan Ikan (SIPI), tidak mengganggu alur pelayaran, tidak dipasang pada alur laut kepulauan Indonesia, jarak antara rumpon yang satu dengan rumpon yang lain tidak kurang dari 10 (sepuluh) mil laut, dan tidak dipasang dengan cara pemasangan efek pagar (zig zag).
Selain harus memenuhi ketentuan tersebut, pemasangan rumpon juga harus menghindari tertangkapnya hasil tangkapan sampingan yang tidak diinginkan (unwanted bycatch). Untuk menghindarinya, maka struktur rumpon di atas permukaan air dilarang ditutup menggunakan lembaran jaring, dan struktur rumpon di bawah permukaan air dilarang terbuat dari lembaran jaring.
Dalam hal ini, Pengawas Perikanan mempunyai kewenangan melakukan pengawasan pemanfaatan rumpon sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk melakukan operasi penertiban rumpon oleh Kapal Pengawas Perikanan. (ass)