JAKARTA, (Panjimas.com) – Seperti wabah yang menyebar, miras oplosan dalam seminggu belakangan ini sudah merenggut 80 lebih nyawa di daerah Jakarta dan Jawa Barat. Bahkan tingginya korban miras oplosan ini membuat Pemerintah Kabupaten Bandung menetapkan status kejadian luar biasa (KLB). Selain karena Indonesia belum punya undang-undang terkait miras, maraknya miras oplosan di tengah masyarakat dikarenakan bahan baku utama miras oplosan baik itu etanol maupun metanol begitu mudah didapatkan atau dibeli siapa saja.
“Sudahlah undang-undang miras tidak ada, penegakan hukum lemah, ditambah lagi bahan baku utama miras oplosan yaitu etanol dan metanol dijual bebas bak kacang goreng, lengkaplah sudah semuanya. Selama akar persoalan ini tidak kita sentuh, kejadian seperti ini akan terus terulang,” tukas Ketua Komite III DPD RI yang juga Ketua Gerakan Nasional Anti Miras Fahira Idris, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Rabu, (11/4).
Fahira mengungkapkan, bahan baku utama miras oplosan yaitu etil alkohol (etanol) dan metil alkohol (metanol) begitu mudah didapatkan dan dibeli siapa saja karena dijual bebas, bahkan banyak dijual di toko-toko online. Mudahnya mendapat etanol dan metanol ini membuat siapa saja bisa meracik atau memproduksi miras oplosan dalam jumlah yang besar.
Jika ingin serius memberantas miras oplosan, lanjut Fahira, Pemerintah harus mulai melakukan pengawasan ketat penjualan etanol dan metanol untuk memastikan kedua zat ini memang diperuntukkan sesuai kegunaan dan hanya dibeli oleh pihak-pihak tertentu yang sudah jelas antara lain industri atau lembaga penelitian.
Misalnya, etanol hanya dijual untuk pembuatan antiseptik, pelarut obat, pelarut kimia, bahan bakar mesin dan roket, atau kebutuhan lain. Sementara, metanol hanya boleh dibeli sebagai bahan baku untuk produksi bahan kimia dan kepentingan lainnya. Jika pengawasan ini mampu dilakukan, maka tidak ada ruang bagi siapa saja untuk membuat miras oplosan karena bahan bakunya tidak bisa sembarangan dibeli.
“Membuat miras oplosan itu sangat mudah. Tinggal beli etanol atau metanol kemudian diracik atau dioplos dengan bahan lain mulai dari sirup sampai minuman energi, dikemas kemudian dijual. Semudah itu. Jadi walau produsen dan pengedarnya ditangkap, tidak akan menyelesaikan persoalan karena bahan bakunya begitu mudah didapat,” jelas Senator Jakarta ini.
Sebagai informasi, berdasarkan pemeriksaan Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri, dari sampel miras oplosan dan autopsi dan pemeriksaan toksikologi (penelitian kandungan racun) pada jasad korban, selain ditemukan etanol, miras oplosan positif mengandung metanol dalam jumlah yang besar. JIka etanol menyebabkan kantuk dan keracunan setelah terminum, metanol sangat beracun jika dikonsumsi manusia, karena memang diperuntukkan sebagai pelarut dan bahan bakar mesin. [RN]