Jakarta (Panjimas.com) – Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon hadir membuka seminar “68 tahun Mosi Integral NKRI Mr Muhammad Natsir” di aula Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jl Imam Bonjol No 1, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (10/4/2018).
Fadli menjelaskan, sosok M Natsir dikenal sebagai seorang negarawan, guru bangsa, ulama dan tokoh intelektual. “Dirinya dipercaya untuk menduduki jabatan-jabatan penting di Republik Indonesia seperti anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP KNIP), Menteri Penerangan, Anggota DPRS dan Perdana Menteri hingga kemudian beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 2008 Silam,” jelasnya.
Meski banyak informasi tentang M Natsir, namun kata Fadli, masih sedikit di antara kita terlebih lagi generasi muda saat ini yang mengenal sosok Natsir sebagai arsitek Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui mosi integralnya pada 3 April 1950. “Ketika itu Natsir mengusulkan agar Republik Indonesia Serikat (RIS) yang terpecah-pecah menjadi beberapa negara bagian saat itu melebur menjadi satu ke dalam suatu negara kesatuan, yaitu NKRI,” ungkapnya.
Fadli juga mengungkapkan, sosok Natsir sebagai orang yang konsisten, toleran, tajam, bersih, teguh pendirian dan penuh kesederhanaan. “Tentang kesederhanaan Natsir pernah ditulis George McTurnan Kahin (Indonesianis asal Amerika) dalam sebuah buku.
Kisah pertemuannya saat itu Natsir masih sebagai Menteri penerangan, ia sangat terkejut dengan paparan Natsir yang lugas tapi yang membuat Kahin betul-betul tak bisa lupa adalah penampilan Sang Menteri Natsir yang memakai kemeja tambalan. Sesuatu yang belum pernah ia lihat di antara pegawai pemerintahan manapun,” tuturnya.
Sebagai seorang politisi dan negarawan, Natsir memiliki cara pandang yang khas dan berbeda dengan para negarawan di Eropa atau Amerika yang tidak peduli dengan agama. Para pendiri Republik kita, termasuk Natsir, dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa agama merupakan realitas yang hidup.
“Agama telah menjadi bagian dari sistem sosial dan budaya masyarakat dan berperan sebagai sumber inspirasi dan alat mobilisasi dukungan untuk melawan penjajahan,” kata Fadli.
Menurutnya, pandangan Natsir tentang agama dan negara ini, sebangun dengan pemikir yang sering dirujuknya Montgomery What, yang mengungkapkan’Islam lebih dari sekedar agama, itu adalah sistem peradaban yang lengkap’. “Persis pada titik ini, Natsir memiliki pandangan yang berseberangan dengan Soekarno yang sangat mendukung ide pemisahan antara agama dan negara,” tutur Fadli.
“Dan meskipun Natsir memiliki pandangan yang kritis terhadap Pancasila dalam sidang-sidang konstituante, namun ketika Pancasila sudah disepakati, Natsir tidak ragu untuk mengakui Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Hal ini dilihat dari dari pidato Natsir di Pakistan Institute of World Affairs tahun 1952, Natsir membela Pancasila yang dinilai selaras dengan prinsip-prinsip Islam, Pancasila dipandang menjadi dasar etika moral dan spiritual bangsa Indonesia yang selaras dengan tauhid,” tambahnya.
Menurut Fadli, spirit Mosi Integral Natsir masih sangat relevan untuk meningkatkan rasa persatuan kita sebagai bangsa, sebab ancaman terhadap integrasi suatu bangsa akan selalu ada. “Namun bedanya pada saat ini ancaman berasal dari maraknya ketimpangan di bidang ekonomi, kesejahteraan, hukum dan keadilan. Jika ketimpangan tersebut dibiarkan dan tidak ada penanganan serius maka hal tersebut akan mengancam eksistensi NKRI,” jelasnya.
Yang kedua, lanjut Fadli, yang masih relevan dari Mosi Integral Natsir adalah seruannya akan ketegasan pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan bangsa.
“Mosi Integral Natsir memicu sikap pemerintah pusat untuk mengambil inisiatif dalam menyelesaikan permasalahan bangsa, begitupun dengan pemerintah saat ini diharapkan dapat mengambil inisiatif dan langkah yang adil bijaksana dan tidak ragu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh bangsa dan negara,” ujarnya.
Fadli menegaskan bahwa Mosi integral Natsir merupakan salah satu prestasi yang pernah dicapai oleh parlemen
Indonesia. Mosi Integral Natsir juga telah mempersatukan kembali Indonesia yang sebelumnya terpecah pecah menjadi negara bagian yang sebenarnya hanya merupakan boneka Belanda saja. “Tanpa Mosi Integral Natsir maka tidak ada NKRI. Itu sebabnya saya akan mengusulkan agar tanggal 3 April kita peringati sebagai salah satu Hari Besar Nasional, yaitu Hari NKRI,” tandasnya. (ass)