DOHA, (Panjimas.com) – Ikatan Ulama dan Cendekiawan Muslim Internasional, International Union of Muslim Scholars (IUMS) Senin (09/04) lalu mengutuk keras penggunaan senjata kimia di Suriah.
Pasukan rezim Assad menyerang sasaran di Distrik Douma di pinggiran kota Damaskus pada Sabtu tengah malam (07/04) dengan menggunakan gas beracun, yang menyebabkan sedikitnya 78 warga sipil kehiilangan nyawa mereka, menurut White Helmets, badan pertahanan sipil lokal.
Menurut pernyataan yang dirilis oleh IUMS, pihaknya mengutuk keras “kejahatan mengerikan” itu dan mendesak hukuman internasional terhadap “rezim kejam”, dikutip dari AA.
Pernyataan IUMS itu menyebutkan bahwa rezim Assad “acuh tak acuh dalam hal pertumpahan darah dan penghormatan terhadap kemanusiaan”.
Sekretaris Jenderal IUMS, Ali al-Qaradaghi mengatakan dalam pernyataannya bahwa keheningan masyarakat internasional adalah “sebuah insentif bagi para penindas” untuk terus melakukan kejahatan terhadap rakyat Suriah dan warga sipil dengan senjata terlarang.
Al-Qaradaghi menyerukan kepada masyarakat internasional untuk segera “bersikap” menentang “pelanggaran yang tidak dapat diterima”.
Menjadi rumah bagi sekitar 400.000 orang, Ghouta Timur tetap menjadi target pengepungan rezim yang melumpuhkan selama lima tahun terakhir.
Awal bulan ini, komisi penyelidikan PBB merilis laporan yang menuduh rezim Assad melakukan kejahatan perang di Ghouta Timur, termasuk penggunaan senjata kimia terhadap warga sipil.
Sekitar 130.000 orang dikabarkan telah meninggalkan wilayah Ghouta Timur di pinggiran ibukota Damaskus selama rentetan serangan rezim Assad disana yang berlangsung beberapa pekan, demikian pernyataan PBB, Senin (02/04).
“PBB terus menyerukan akses yang aman, tanpa gangguan dan berkelanjutan untuk semua [pihak] yang membutuhkan, dan setiap evakuasi warga sipil haruslah aman, sukarela, dan ke tempat-tempat yang mereka pilih,” pungkasnya, dikutip dari AA.
“Sangat penting bahwa warga sipil memiliki hak untuk kembali pulang segera setelah situasi memungkinkan”, tandasnya.
Ghouta Timur telah dikepung selama 5 tahun lamanya dan akses kemanusiaan ke kota yang merupakan rumah bagi 400.000 warga sipil tersebut kini telah benar-benar terputus. Ratusan ribu penduduk saat ini sangat membutuhkan bantuan medis.
Dalam 8 bulan terakhir, rezim Bashar al-Assad telah mengintensifkan pengepungan di wilayah Ghouta Timur, sehingga hampir tidak mungkin disalurkannya pasokan makanan dan akses obat-obatan ke distrik tersebut sehingga membuat ribuan pasien dalam kondisi kritis dan memerlukan pengobatan segera.[IZ]