Jakarta (Panjimas.com) – Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan institusi yang mewakili organisasi massa Islam. Di dalamnya banyak ulama dan cendekiawan Islam yang sangat dihormati umat. Oleh sebab itu, pernyataan yang dikeluarkan oleh MUI akan merepresentasikan suara umat yang menjadi mayoritas di negara ini.
Aliansi Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia (APPERTI) mengaku gundah dengan beberapa suara yang menyudutkan MUI terkait dengan sikap Ketua Umum MUI KH. Ma’rur Amin yang memilih untuk menerima permintaan maaf putri Proklamator, Sukmawati Soekarnoputri, yang telah menistakan agama Islam melalui pembacaan puisi beberapa waktu lalu.
“Dengan tetap memuliakan dan hormat kepada alim ulama dan MUI, kita kawal kasus penistaan agama ini yang dilakukan oleh Sukmawati Soekarnoputri,” ujar Sekjen APPERTI, Dr. Taufan Maulamin, SE, Ak, MM, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (6/4/2018).
Taufan yang juga Direktur Pascasarjana Institut STIAMI Jakarta, berharap gerakan umat menuntut keadilan tidak menyisakan masalah besar yang berakhir dengan memecah belah persatuan umat. Menurutnya, jika itu terjadi, maka umat akan jauh dan mengalami benturan dengan ulama dan MUI.
“Berhati-hati lah memilih langkah. Pikirkan secara jernih, jangan sampai umat terjebak mencaci dan tidak hormat kepada ulama dan MUI yang merupakan orang tua kita semua,” katanya.
Menurutnya, imbauan KH Ma’ruf Amin sudah benar bahwa umat lslam harus memaafkan secara pribadi, namun proses hukum harus tetap berjalan. Taufan sendiri merupakan salah satu aktivis GNPF Ulama yang pada tahun lalu menyuarakan penangkapan Ahok yang kini telah divonis bersalah atas tuduhan penistaan agama.
Secara pribadi, Taufan yang juga Alumni FEB UNS Solo, menyatakan telah memaafkan Sukmawati yang dianggap membuat resah umat dengan pembacaan puisi yang menyudutkan cadar dan azan. “Meski kita harus menerima maaf, namun penegakkan hukum harus terus dilanjutkan tentunya melalui koridor konstitusi yang telah kita sepakati bersama,” jelasnya.
Menurut Pimpinan Pondok Pesantren Ibad Arrahman Pandeglang ini, jika kasus Sukmawati tidak diselesaikan melalui koridor hukum, maka itu akan menimbulkan preseden buruk di kemudian hari. Katanya, bukan tidak mungkin akan banyak orang yang seenaknya menghina agama lalu menangis dan meminta maaf.
“Ada sosial efek yang dahsyat jika kasus seperti ini dibiarkan tanpa ada penegakkan hukum. Timbul semangat menista dan menghina agama orang lain yang bisa merusak tatanan sosial,” tandasnya.(ass)