JAKARTA, (Panjimas.com) – Daftar nama pemimpin dunia yang mengutuk keras serangan-serangan brutal Israel terhadap warga sipil di Jalur Gaza terus bertambah.
Akibat serangan keji pasukan zionis Israel tersebut, setidaknya 15 warga Palestina gugur menjadi syuhada selama aksi protes damai Gerakan Pulang Raya, “Great Return March”.
Kementerian Luar Negeri Jerman menyuarakan keprihatinan mendalamnya atas ketegangan antara Palestina dan pasukan Israel.
Bentrokan itu membuat bukti jelas bahwa “mutlak diperlukan” untuk “melanjutkan negosiasi” antara Palestina dan Israel, tulis Kemlu Jerman dalam pernyataannya.
“Hanya dengan cara ini tercapai solusi yang memberikan semua pihak dapat hidup diantara Mediterania dan Sungai Yordania, hak untuk hidup yang bermartabat dan penentuan nasib sendiri”, imbuh Kemlu Jerman.
Sementara itu, Menteri Inggris untuk Urusan Timur Tengah dan Afrika Utara menyatakan kekhawatiran yang sama.
“[Kami] Sangat prihatin dan sedih pada peristiwa di Gaza. Inggris menyerukan untuk tenang dan menahan diri serta memperbarui & mendesak komitmen untuk proses politik dalam rangka menyelesaikan masalah yang tidak bisa dilakukan dengan kekerasan,” kicau Alistair Burt melalui akun Twitternya.
Turut serta bergabung dengan paduan suara keprihatinan akan situasi Gaza, Menteri Luar Negeri Italia Angelino Alfano, mendesak kedua belah pihak untuk menemukan solusi mendesak yang akan meredakan ketegangan dan memungkinkan warga Israel dan Palestina untuk hidup dalam damai dan keamanan.
Di Irak, juru bicara Kementerian Luar Negeri Ahmad Mahcub mengatakan negaranya berdiri bersama dengan Palestina. Ia menegaskan dukungan kuat Baghdad untuk Palestina dan mengutuk keras penggunaan peluru tajam terhadap para pengunjuk rasa damai di Jalur Gaza, Kemlu Irak menekankan bahwa hal ini merupakan pelanggaran terbuka terhadap hukum internasional.
“Saya dengan tegas mengutuk kekerasan yang tidak perlu dan tidak proporsional dari Israel, terhadap warga sipil Palestina yang tidak bersenjata yang melakukan protes dan menyoroti situasi sulit yangs sedang mereka hadapi,” tulis Bakir Izetbegovic dalam pesannya, yang juga merupakan anggota Bosniak dari Presidensi Tripartit Bosnia-Herzegovina.
Ia pun menyoroti fakta bahwa warga Gaza menggunakan listrik hanya selama empat jam setiap harinya, dan sebagian besar penduduk Gaza kekurangan akses ke air minum, sementara 70 persen penduduknya hidup dengan pendapatan kurang dari $2 dolar per harinya.
Izetbegovic mendesak PBB, Uni Eropa dan komunitas internasional untuk hadir dalam upaya mengakhiri kekerasan Israel terhadap warga Palestina.
Ikhwanul Muslimin Mesir juga mengutuk keras serangan dan penggunaan “kekuatan mematikan” terhadap warga Gaza.
“The Great Return March adalah referendum revolusioner terhadap proyek-proyek untuk melikuidasi Palestina dan surat kematian untuk Kesepakatan Century,” pungkas Talaat Fahmi, juru bicara Ikhwanul Muslimin Mesir.
Fahmi mengatakan rakyat Palestina sedang membela tanah suci sementara komunitas internasional tetap diam dalam menanggapi pelanggaran-pelanggaran Israel.
Setidaknya 15 warga Palestina di Jalur Gaza gugur menjadi martir dan ratusan lainnya luka-luka ketika pasukan Israel menembaki para pengunjuk rasa yang memperingati “Hari Tanah ke-42”, tanggal 30 Maret ini merupakan peringatan tahunan Palestina atas kematian 6 warga Arab yang dibunuh oleh pasukan Israel pada tahun 1976 selama aksi demonstrasi atas perampasan paksa lahan di Israel Utara.
Menanggapi banyaknya korban jiwa dan luka dalam Aksi “Great Return March”, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyatakan hari Sabtu sebagai hari berkabung nasional atas kematian belasan warga Palestina, Jumat (30/03).
Aksi demonstrasi Jumat adalah awal dari rentetan aksi protes selama 6 pekan yang memuncak pada tanggal 15 Mei, warga Palestina menyebutnya sebagai “Nakba”, atau “Malapetaka”, ketika Israel diciptakan.
Para demonstran menuntut agar para pengungsi Palestina diizinkan mendapatkan hak-haknya untuk pulang kembali ke kota-kota dan desa-desa yang keluarga mereka diami saat terpaksa melarikan diri, atau diusir dari tanah miliknya, saat negara Yahudi Israel dideklarasikan pada tahun 1948.
Sejak Jumat pagi, puluhan ribu warga Gaza berkumpul di perbatasan Timur Gaza sepanjang 45 kilometer yang berbasan dengan Israel untuk menegaskan kembali hak-hak mereka untuk pulang kembali ke rumah leluhur dan tanah air mereka di Palestina yang bersejarah.
Puluhan ribu warga Palestina di Jalur Gaza, Jumat (30/03) lalu berkumpul di wilayah perbatasan Timur Gaza dengan Israel, di mana mereka menggelar aksi unjuk rasa “Great Return March” [Gerakan Pulang Raya] dalam rangka menegaskan kembali hak-hak mereka untuk kembali pulang ke rumah leluhur dan tanah air mereka di Palestina yang bersejarah.
Aksi demonstrasi massal Jumat (30/03) itu juga dimaksudkan untuk menekan Israel agar segera mencabut blokade terhadap wilayah pesisir Gaza yang sudah berlangsung selama lebih dari satu dekade.
Aksi ini didukung oleh hampir semua faksi politik Palestina, yang telah berulang kali menekankan bahwa kegiatan ini merupakan aksi damai.
Para aktivis Palestina menggambarkan kamp-kamp dan tenda-tenda perkemahan itu sebagai “titik pementasan untuk kami kembali ke tanah air dari mana kami diusir pada 1948”, dikutip dari Anadolu,
Meskipun aksi ini merupakan aksi damai, namun pasukan Israel menanggapinya dengan brutal hingga paling tidak 14 warga Palestina gugur menjadi martir akibat tindakan kejam dan brutal Militer Israel.[IZ]