IDLIB, (Panjimas.com) – Konvoi Evakuasi ke-9 dan ke-10 yang membawa para pasien medis, warga sipil yang terluka, dan para pejuang oposisi dari Distrik Ghouta Timur Suriah dilaporkan telah mencapai Provinsi Hama Suriah Barat, Jumat (30/03), dikutip dari AA.
Evakuasi dilakukan sebagai bagian dari kesepakatan yang diperantarai Rusia antara rezim Assad dan kelompok oposisi bersenjata.
Sebagian pengungsi menuju Idlib, wilayah yang masih dikendalikan oleh pasukan oposisi dan kelompok anti-rezim Assad; sementara yang lain akan ditampung di tempat penampungan sementara – dan di masjid-masjid serta sekolah-sekolah setempat – di Aleppo Barat.
Pekan lalu, rangkaian konvoi gelombang pertama berhasil mengevakuasi warga sipil dari kota Harasta di Ghouta Timur. Konvoi ini diikuti oleh evakuasi tambahan di kota Arbin, Zamalka dan Ain Tarma.
Hingga saat ini, sekitar 37.000 orang – termasuk banyak diantaranya para pejuang oposisi dan keluarga-keluarga mereka – telah dievakuasi dari Ghouta, lokasi di pinggiran ibukota Damaskus.
Pada 24 Februari lalu, Dewan Keamanan PBB mengadopsi sebuah resolusi nomor 2401 yang menyerukan gencatan senjata 30 hari di Suriah tanpa penundaan.
“Semua pihak [harus] menghentikan permusuhan tanpa penundaan dan berkomitmen untuk memastikan jeda kemanusiaan yang bertahan selama setidaknya 30 hari berturut-turut di seluruh wilayah Suriah untuk memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan dan layanan kemanusiaan yang aman, tanpa hambatan dan berkelanjutan serta evakuasi medis warga yang sakit dan terluka parah, sesuai dengan hukum internasional yang berlaku,” jelas pernyataan yang baru-baru ini dirilis oleh Dewan Keamanan PBB.
Resolusi tersebut menyerukan evakuasi medis 700 warga sipil, terutama di Ghouta Timur, daerah pinggiran yang diblokade rezim Assad di dekat Damakus.
Resolusi DK PBB itu juga menuntut gencatan senjata di kota-kota Suriah seperti Yarmouk, Al-Fu’ah dan Kafriya, yang masih dikepung oleh rezim Bashar al-Assad.
Resolusi yang dipersiapkan oleh Swedia dan Kuwait itu, kemudian diadopsi setelah beberapa penundaan, karena anggota Dewan Keamanan PBB berusaha meyakinkan Rusia, salah satu negara pendukung rezim Assad.
Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia mengklaim bahwa “ribuan teroris” tetap berada di Ghouta Timur.
Ghouta Timur berada dalam jaringan zona de-eskalasi – yang didukung oleh Turki, Rusia dan Iran – di mana tindakan agresi militer dilarang.
Desa-desa di Ghouta Timur terus menjadi sasaran pasukan rezim Assad, meskipun fakta bahwa wilayah-wilayah tersebut termasuk dalam jaringan zona de-eskalasi dimana tindakan agresi militer dilarang.
Rezim Bashar al-Assad, bagaimanapun, telah berulang kali melanggar kesepakatan zona de-eskalasi tersebut dan telah menargetkan wilayah-wilayah pemukiman.
Sejak 19 Februari, lebih dari 1.000 orang dilaporkan tewas dalam serangan oleh rezim dan sekutunya di Ghouta Timur.
Menjadi rumah bagi sekitar 400.000 penduduk, Ghouta Timur tetap berada di bawah pengepungan rezim yang melumpuhkan selama lima tahun terakhir. Dalam laporan tahunan yang baru saja dirilis, White Helmets menuding bahwa sebanyak 1.337 warga sipil dibunuh di Ghouta Timur pada sepanjang tahun 2017 akibat serangan-serangan yang terus berlanjut oleh pasukan rezim Bashar al-Assad.
Ghouta Timur telah dikepung selama 5 tahun lamanya dan akses kemanusiaan ke kota yang merupakan rumah bagi 400.000 warga sipil tersebut kini telah benar-benar terputus. Ratusan ribu penduduk saat ini sangat membutuhkan bantuan medis.
Dalam 8 bulan terakhir, rezim Bashar al-Assad telah mengintensifkan pengepungan di wilayah Ghouta Timur, sehingga hampir tidak mungkin disalurkannya pasokan makanan dan akses obat-obatan ke distrik tersebut sehingga membuat ribuan pasien dalam kondisi kritis dan memerlukan pengobatan segera.[IZ]