YANGON, (Panjimas.com) – Presiden terpilih Myanmar, Win Myint, yang merupakan loyalis pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, baru saja dilantik sebagai Presiden Myanmar, Jumat (30/03).
Win Myint, merupakan mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Myanmar, Ia terpilih sebagai presiden baru oleh parlemen Rabu (28/03) lalu untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh Htin Kyaw, yang mengundurkan diri pekan lalu.
Win Myint mengambil sumpah jabatan di depan parlemen pada hari Jumat (30/03), Ia menjadi presiden ke-2 negara itu yang tidak memiliki latar belakang militer selama lebih dari 50 tahun.
Upacara pelantikannya disaksikan oleh para pejabat pemerintah senior termasuk Aung San Suu Kyi.
Dalam pidato pengukuhannya ke negara yang disiarkan secara langsung oleh lembaga penyiaran negara, Win Myint mengatakan Myanmar menghadapi tekanan dan kritik yang semakin besar karena dunia salah memahami negara ini.
“Kami harus melakukan lebih banyak untuk mempromosikan hak asasi manusia di negara itu,” tegasnya, tanpa memberikan rincian, dikutip dari AA.
Mynmar menghadapi kritik keras atas tindakan brutal militernya terhadap Muslim Rohingya di negara bagian Rakhine, di bagian Barat negara itu.
Lebih dari 750.000 pengungsi, kebanyakan anak-anak dan perempuan, telah meninggalkan Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh sejak 25 Agustus 2017, akibat tindakan brutal dan kejam pasukan Myanmar terhadap komunitas Muslim minoritas, demikian menurut Amnesty International (AI).
Rohingya, Etnis Paling Teraniaya
Etnis Rohingya, digambarkan oleh PBB sebagai etnis yang paling teraniaya dan tertindas di dunia, Mereka telah menghadapi ketakutan tinggi akibat serangan pasukan Myanmar dan para ektrimis Buddha.
Sedikitnya 9.000 Rohingya dibantai di negara bagian Rakhine mulai 25 Agustus hingga 24 September, demikian menurut laporan Doctors Without Borders [MSF].
Dalam laporan yang diterbitkan pada 12 Desember lalu, organisasi kemanusiaan global itu mengatakan bahwa kematian 71,7 persen atau 6.700 Muslim Rohingya disebabkan oleh kekerasan. Diantara para korban jiwa itu, termasuk 730 anak di bawah usia 5 tahun.
Dilaporkan bahwa lebih dari 647.000 penduduk Rohingya terpaksa menyeberang dari Myanmar ke Bangladesh sejak 25 Agustus 2017 ketika Tentara Myanmar melancarkan tindakan brutal dan kejam terhadap Minoritas Muslim itu, sementara itu menurut angka PBB, jumlahnya adalah 656.000 jiwa.
Para pengungsi Rohingya tersebut melarikan diri dari operasi militer brutal Myanmar yang telah melihat pasukan militer dan massa ektrimis Budhdha membunuhi pria, wanita dan anak-anak, bahkan menjarah rumah-rumah dan membakar desa-desa Muslim Rohingya.[IZ]