JAKARTA, (Panjimas.com) – Fakta persidangan sesuai dengan pernyataan Setya Novanto (Setnov) bahwa Puan Maharani dan Pramono Anung juga menikmati uang hasil dari korupsi e-KTP menjadi episode baru dalam drama skandal kasus korupsi yang merugikan Negara 2,3 triliun rupiah.
Munculnya dua nama Menteri aktif ini, tentu mengejutkan publik dan membuat gaduh dunia perpolitikan di negeri ini. Puan Maharani dan Pramono Anung yang tiada lain adalah petinggi partai PDI-Perjuangan tentu mendapat pembelaan dari semua kader partai yang berlambang Banteng itu.
Sayang, pembelaan terhadap dua Menteri itu malah menyinggung partai Demokrat. Persteruan antara dua partai besar ini pun tak terelakkan.
Terlepas dari itu, KPK yang dari awal berkomitmen menuntaskan kasus korupsi e-KTP ini patut diapresiasi karena telah menetapkan beberapa orang sebagai tersangka salah satunya adalah Setya Novanto. Seperti diketahui, proses penangkapan dan pemeriksaan Setnov penuh dengan tontonan lucu, gemas, geram dan menegangkan.
Sebagai aktor utama, Setnov telah menjadi tersangka dan semua keterangan Setnov dan tersangka lain menjadi pintu masuk bagi KPK untuk memeriksa siapapun yang terlibat dalam kasus ini.
Dua nama Menteri aktif Kabinet Kerja, yaitu Puan Maharani dan Pramono Anung yang kata Setnov, masing-masing mendapat jatah USD 500.000 harus segera diperiksa. Posisi Puang Maharani pada saat itu adalah ketua Fraksi di DPR RI dan Pramono Anung sebagai Wakil Ketua DPR RI.
KPK sudah menjadi jagoan rakyat bahkan menjadi superman dalam drama nyata ini untuk menuntuskan kejahatan yang dilakukan oleh para koruptur e-KTP ini. Jangan sampai kepercayaan masyarakat punah dan kecewa kepada jagoannya karena dianggap tebang pilih dalam penegakan hukum.
Publik patut curiga terhadap KPK, jika KPK tidak segera memeriksa mantan Ketua Fraksi dan Pimpinan DPR RI itu karena mereka berdua adalah kader partai penguasa dan menjadi menteri pemerintah saat ini. Sebagai partai penguasa apalagi mereka berdua menjadi Menteri sangat berkuasa dan memungkinkan mengintervensi proses hukum. Oleh karena itu, sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 1 ayat (3), Indonesia adalah negara hukum, maka semua harus taat hukum.
Selain itu, semua rakyat mempunyai hak yang sama di depan hukum tanpa ada keistimewaan. Jadi siapapun itu, entah menteri dan lain sebagainya jika melanggar hukum harus diproses sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 28 D Ayat 1.
Oleh karena itu, Koordinator Aksi Komunitas Cinta Bangsa (KCB) Handriyano menuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menuntaskan skandal korupsi e-KTP yang merugikan negara sebesar 2,3 triliun.
“Periksa dan tersangkakan Puan Maharani dan Pramono Anung yang juga menerima aliran dana korupsi e-KTP yang disebut Pak Setnov dalam persidangan.” tandas Handriyano. [DP]