JAKATA, (Panjimas.com) – Komisioner Bidang Kesehatan dan NAPZA, Sitti Hikmawatty mengungkapkan keprihatinan yang mendalam atas banyaknya anak usia sekolah yang sudah terpapar pornografi.
“Data hasil skreening anak sekolah dasar yang dilakukan oleh Kemenkes pada akhir tahun 2017 dan dipublikasikan pada Maret 2018 tentang Skreening Keterpaparan Adiksi Pornografi, dari 6000 sampling yang diambil datanya ternyata 91,58 persen anak telah terpapar pornografi, 6,30 persen sudah mengalami adiksi pornografi ringan dan 0,07 persen mengalami adiksi berat,” ungkap Sitti dalam keterangan tertulis yang diterima Panjimas, Jum’at (30/3).
Pendalaman pada salah satu subjek yang terpapar adiksi pornografi berat, ditemukan luka cukup bermakna pada alat kelamin laki-lakinya sehingga berdampak pada jalannya yang tertatih.
Menurut Sitti, subjek tersebut pernah mengalami perlakuan sodomi pada usia 7 tahun, dan di usianya yang menginjak 9 tahun yang bersangkutan juga telah melakukan sodomi pada 8 (delapan) anak lainnya.
“Selain itu, subjek juga kerap melakukan masturbasi, hingga terjadi luka tadi,” terang Sitti.
Mirisnya, data tersebut baru didapatkan dari hasil survei 4 provinsi, yaitu Aceh, Jawa Tengah, DKI dan DIY.
Oleh karenanya, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia itu mendorong Kementerian Kesehatan untuk juga melakukan skreening pada remaja usia SMP dan SMA, dengan cakupan provinsi yang lebih luas lagi.
Hal itu pun disampaikan Hikmah dalam Pertemuan Koordinasi Kelompok Kerja RAN (Rencana Aksi Nasional) Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja tahun 2017 – 2019, yang dilaksanakan pada hari, Jum’at (29/3) di Hotel Maharani, Jakarta Selatan.
Dalam acara tersebut turut hadir sejumlah unsur dari kementerian terkait, Lembaga non-Kementerian, Organisasi Profesi dan unsur Lembaga Kesehatan Dunia.
Hikmah menyebut ‘kegiatan ini menjadi bagian evaluasi pelaksanaan RAN di tahun 2017 dan rencana kerja 2018, dengan evaluasi yang dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali.
Hikmah juga berharap agar semua pihak yang terlibat bersama-sama secara sungguh-sungguh dalam melakukan upaya perlindungan pada anak.
Akses terhadap media dengan kontent pornografi harus lebih diperketat lagi oleh lembaga dan kementerian terkait, begitupun pengawasan orang tua terhadap putra putrinya.
“Orang tua harus lebih mau bersusah payah mendidik anaknya, budaya permisif dan pembiaran pada anak dalam bermain dengan gadget, harus dievaluasi lagi, untuk kepentingan terbaik anak.” pungkas Hikmah.
Sebelumnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Sitti Hikmawatty menyebut ‘anak usia sekolah merupakan sasaran yang mudah dijangkau karena terorganisir dengan baik yaitu berada di sekolah/madrasah’.
Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) tahun 2017, jumlah peserta didik di SD, SMP, SMA/SMK dan SLB yaitu 45,4 juta jiwa, sedangkan menurut data EMIIS kemenag tahun 2017 jumlah peserta didik MI, MTs dan MA, yaitu 8,2 juta jiwa. Adapun data BPS menyebutkan bahwa proyeksi penduduk tahun 2017 usia 6 – 18 tahun, yaitu 59,4 juta jiwa, sehingga dapat diperkirakan ada 5,8 juta anak usia 6 – 18 tahun yang berada di luar sekolah. [DP]