JAKARTA, (Panjimas.com) – Guru Besar Ilmu Hukum Prof Dr Yusril Ihza Mahendra usai memberikan keterangan ahli di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengatakan, terdapat cukup alasan bagi pengadilan untuk membebaskan Alfian dari segala dakwaan atau segera melepaskannya dari segala tuntutan hukum karena perbuatan Alfian Tanjung itu bukanlah termasuk tindak pidana.
Alfian Tanjung didakwa ke pengadilan dengan tuduhan melakukan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Alfian didakwa melanggar pasal 310 dan pasal 311 KUHP jo Pasal 27 dan 28 UU ITE yakni melakukan pencemaran nama baik dengan menggunakan sarana media elektronik.
“Bahwa Pasal 310 KUHP itu adalah pasal fitnah dan pencemaran nama baik yang ditujukan adalah orang perseorangan (natuurlijk person), bukan organisasi (rechtsperson). Beda halnya kalau yang merasa difitnah dan dicemarkan nama baiknya adalah Ketua Umum atau Sekjen PDIP. Pasal 156 KUHP mengatur pencemaran terhadap golongan-golongan atau SARA dan Pasal 206-208 KUHP mengatur pencemaran terhadap aparatur negara. Jadi, karena dalam hukum pidana tidak boleh ada analogi, maka terdapat kevakuman hukum terhadap kemungkinan pencemaran nama baik terhadap partai politik. Hakimlah yang harus menggali hukum dan menciptakan yurisprudensi mengatasi kevakuman ini,” kata Yusril.
Dirinya juga menambahkan, andaikata fitnah dan pencemaran nama baik yang dilakukan Alfian itu memang ada, tetapi Alfian melakukannya dalam konteks kepentingan umum, maka menurut Pasal 310 ayat 3 KUHP sifat pidananya menjadi hilang. Dengan demikian, jika dalam sidang dapat dibuktikan unsur kepentingan umum itu, Alfian bisa dibebaskan atau setidak-tidaknya dilepaskan (ontslaag) dari segala dakwaan.
“Sebagai ustadz dan dosen yang selama ini mendalami bahaya Komunisme yang dilarang oleh TAP MPRS XXV/MPRS/1966 dan UU No 27 Tahun 1999 yang mengatur sanksi pidana penyebaran faham Komunisme, maka tugas Alfianlah berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya untuk mengingatkan masyarakat terhadap fenomena bahaya kebangkitan kembali Komunisme itu,” ujar Yusril lagi.
Alfian memang mempersoalkan ucapan-ucapan Ribka Tjiptaning baik dalam buku “Aku Bangga Jadi Anak PKI” dan pernyataan Ribka bahwa ada sekitar 20 juta keturunan PKI yang kini bernaung dan menyalurkan aspirasi politiknya melalui PDIP. Ribka juga menyatakan bahwa PKI siap bangkit kembali.
“Karena buku Ribka itu tidak pernah dibantah secara resmi maupun tidak resmi oleh PDIP, maka Alfian melalui berbagai ceramah dan tulisannya di media sosial menyampaikan kritiknya. Tetapi kritik itu oleh PDIP dianggap sebagai fitnah dan pencemaran nama baik, sehingga Sekjen PDIP Hasto Kristianto atas nama partai mengadukan Alfian ke polisi,” ujarnya.
Ketika tampil sebagai saksi dalam perkara Alfian Tanjung ini, Hasto malah mengatakan tidak tahu dan tidak pernah membaca buku dan pernyataan Ribka Tjiptaning di berbagai media, walau fakta persidangan menunjukkan bahwa buku Ribka sudah berulang-kali naik cetak dengan jumlah mendekati dua juta eksemplar.
“Alfian juga merasa kegiatan propaganda dan kebangkitan PKI dan Komunisme tidak pernah ditindak oleh aparat penegak hukum sehingga dia merasa ada pembiaran. Karena itu, dia menyampaikan kritik dalam konteks kepentingan umum, karena menurut hukum yang berlaku, PKI dan penyebaran ideologi Komunisme, Marxisme dan Leninisme tegas dilarang,” tandasnya.
Sidang perkara Alfian Tanjung masih akan dilanjutkan pekan depan untuk mendengarkan keterangan ahli baik dari tim penasehat hukum maupun dari Jaksa Penuntut Umum. [ES]