JAKARTA, (Panjimas.com) – Wakafprenuer adalah istilah baru bagi pegiat wakaf produktif yang ada di Indonesia. Seperti yang disampaikan oleh Imam Nur Aziz kepada Panjimas selaku salah seorang dari pengurus Badan Wakaf Indonesia (BWI) pada hari Rabu (28/3).
Dirinya menguraikan ada 3 langkah memajukan wakaf di Indonesia , yakni: Literasi, Kreasi dan Konversi. Itu adalah idealnya yang menurutnya adalah seluruh ketiga tahapan tersebut harus diperlukan oleh wakafprenuer sehingga akan membentuk sebuah ekosistem.
“Tahap literasi sebagai langkah awal merupakan upaya memberikan kesadaran pentingnya berwakaf kepada publik. Para wakafprenuer ditantang menciptakan berbagai program literasi yang ramah terhadap publik (user friendly). Target literasi utama menyasar kepada kalangan millenials atau generasi muda atau istilahnya adalah “kids jaman now”. Jumlah mereka ini luar biasa karena Indonesia mengalami bonus demografi,” kata Imam.
Selain itu pemahaman ideologis generasi ini masih dalam proses pencarian sehingga sangat potensial dan strategis. Karena generasi muda ini mayoritas menggunakan telepon pintar maka dibutuhkan aplikasi menarik yang terkait permainan atau game perwakafan. Generasi millenials yang dijangkiti budaya FoMo (Fears of Missing out) sejatinya diakomodasi oleh tawaran solusi kreatif para Wakafprenuer. Diperlukan start up bisnis khusus wakafprenuer yang potensial dibina menjadi perusahaan besar berskala global (unicorn company).
“Pendanaan awal hingga akhir perusahaan hasil wakafprenuer ini hendaknya dengan skema wakaf juga. Hasil yang diperolah dari putaran dana wakaf juga akan dikembangkan untuk membesarkan asset wakaf,” ujarnya.
Literasi atau gerakan penyadaran dan kampanye serta sosialisasi tentang wakaf oleh wakafprenuer idealnya meliputi literasi ilmu wakaf serta literasi kompetensi wakaf.
“Alhamdulillah sudah mulai tumbuh beberapa lembaga pendidikan tinggi yang peduli terhadap studi Ilmu Wakaf. Akan lebih baik jika literasi wakaf dikenalkan sejak usia dini dan sekolah dasar serta sekolah menengah. Beberapa pekan lalu Badan Wakaf Indonesia mengusulkan ke Kementrian Agama RI agar literasi wakaf tidak hanya di sekolah ibtidaiyah juga untuk khutbah Jumat secara berkala,” tandasnya.
Para wakafprenuer ideal bisa jadi adalah nazir (pengelola) wakaf yang sudah teruji. Wakafprenuer harus mampu berkreasi menciptakan usulan menarik dan menguntungkan agar ranah wakaf dapat menyejahterakan penerima wakaf (maukuf alaih) secara khusus dan masyarakat umumnya. Sehingga kelak hasil produktif wakaf ini juga mengangkat harkat martabat mereka yang terlibat dalam wakaf.
“Gerakan Wakafprenuer jika dilakukan secara massif dan terstruktur akan menggelinding bak bola salju. Apabila sudah membesar inshallah lambat laun masyarakat wakaf ( wakaf society) akan terwujud. Semoga semakin banyak para wakafprenuer lahir dari Indonesia,” pungkasnya. [ES]