Jakarta (Panjimas.com) – Balai Sudirman, Jakarta menjadi penghujung dari rangkaian safari dakwah Syaikh Yusuf Estes selama berada di Indonesia, Rabu (21/3) malam. Sebelumnya, mubaligh asal Texas-Amerika Serikat itu mengisi ceramah umum di Kota Surabaya (Jawa Timur) dan Balikpapan (Kalimantan Timur).
Faktor usia dan akibat kelelahan, Syaikh Yusuf Estes tak bisa tampil secara maksimal. Pendakwah humoris itu mengalami gangguan pada suaranya. Sehingga beliau harus dibantu oleh dua sahabat dakwahnya, Ustadz Shamsi Ali (mantan Imam Masjid di New York-AS) dan seorang pendakwah asal Malaysia.
“Saya memang dalam kondisi yang lemah, tapi hati saya sangat kuat. Malam ini saya tak bicara terlalu lama. Gangguan suara, membuat suara saya menjadi terdengar aneh,” kata Yusuf Estes mengawali pembicaraan sambil menyeruput kopi kesukaannya.
Beliau pun lebih banyak duduk saat menyampaikan ceramahnya. Untuk menyingkat waktu, pihak panitia hanya menyediakan kertas bagi peserta yang ingin bertanya. Sebelumnya, peserta harus antri panjang untuk bisa bertanya saat sesi tanya jawab.
Dalam sambutannya, Ustadz Shamsi Ali menyatakan, ia merasa terhormat telah diundang ke acara bertajuk “Islam Tomorrow” ini. “Setelah 21 tahun di AS, saya menjadi saksi perjalanan dakwah Syaikh Yusuf Estes yang tak mengenal lelah. Beliau adalah tulang punggung perjalanan dakwah di AS.”
Ustadz Shamsi Ali mengatakan, di AS ada 3 nama Yusuf, yakni: Yusuf Islam, Hamzah Yusuf, dan Yusuf Estes. Ustadz Shamsi mengenal dakwah Syaikh Yusuf Estes dengan bahasanya yang sederhana, tidak rumit, dan dipahami umat.
“Yusuf Estes berdakwah dengan cara yang simpatik, mulai dari anak-sampai orang dewasa. Ketika dakwah dimulai dengan cara yang simpatik, itulah awal awal pembuka hidayah,” kata Shamsi Ali yang sedang menggalang dana untuk membangun pesantren di AS.
Saat menjadi Imam Masjid di New York, Ustadz Shamsi Ali mengungkapkan, bahwa agama Islam bukan hanya agamanya orang Timur Tengah. Karena Islam adalah agama semua umat manusia di seluruh dunia.
“AS punya penyakit kronis, yakni rasisme. Orang kulit putih di AS masih punya pandangan negatif atau stigma terhadap muslim. Padahal, Islam itu bukan ancaman. Suatu ketika ada mubaligh asal Indonesia tampi di dunia internasional.”
Dikatakan Shamsi Ali, semakin Islam ditantang, maka Islam akan bangkit. Buktinya ketika Presiden AS Donald Trump menunjukkan ketidaksenangannya pada Islam dan muslim di AS, sekitar 7000-10.000 orang non-muslim turun ke jalan, dan menyatakan dirinya sebagai muslim. (ass)