JAKARTA, (Panjimas.com) – “Dakwah secara langsung dapat membawa perubahan ke arah perbaikan lebih baik daripada nasihat semata” tutur Ketua Umum Dewan Dakwah, Drs Muhammad Siddik dalam Haflah World Water Day 2018, dengan tema ‘Berdakwah lewat Air’ di Dewan Dakwah Indonesia, Kramat, Rabu (21/3/2018).
“Tanpa da’wah, kekurangan maupun kelebihan air bisa menimbulkan bencana yang paling dahsyat, yaitu bencana keimanan. Lihatlah, Jelang muslim kemarau seperti saat ini, niscaya di warga berbagai daerah menggelar ritual mengundang hujan yang berbahaya bagi keselamatan aqidah. Warga Desa Klabang, Bondowoso, misalnya, terbiasa menggelar tradisi Ojung. Selain pagelaran tarian Topeng Kuna dan Rontek Singo Wulung dalam tradisi itu juga digelar pertandingan saling pukul menggunakan sebatang rotan hingga berdarah-darah,” kata Ustad Siddik
Warga sekitar lalu memberikan uang sedekah kepada para penari. Dipimpin sesepuh warga sekitar, mereka lalu selamatan kubra dengan meletakkan aneka makanan sesali di mata air sembari membakar dupa. Mereka pun makan bersama di pinggir sungai, kemudian berdoa bersama mohon keselamatan dari mara bahaya musim kemarau.
Ritual sejenis itu adalah Tiban di Desa Wajak Lor, Kecamatan Boyolonagu, Tulungagung ]awa Timur. Ritual ini menghadapkan ‘gladiator’ kampung untuk bertarung dengan senjata segenggam lidi pohon aren yang dipilin. Masing-masing bergantian memukul lawan 3 kali, tidak boleh di kepala. Yang dipukul boleh menghindar atau menangkis.
Meski luka-luka karena pukulan, jika hujan tak kunjung turun, keesokan harinya dilanjutkan dengan gladiator yang sama.
Sedangkan warga Dusun Gunungsari, Desa lndrodelik, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur, bisanya menggelar ritual minta hujan di Telaga Gunung Sari.
Warga mengelilingi telaga untuk berdoa bersama, disertai sesaji yang terdiri nasi kuning. ketan, buah-buahan, dawet, dan ikan. Sebagian sesaji itu dimakan warga, dan sebagian lainnya sengaja disisakan di pinggiran telaga untuk leluhur penunggu telaga.
Demikian juga masyarakat Dukuh Jeruk, Kecamatan Banjarharjo, Brebes. Mereka berdoa bersama minta hujan di sebuah balong (kolam) yang dikeramatkan. Dipimpin juri kunci balang, warga komat-kamit berdoa lalu bersama-sama mengguyuri salah seorang warga yang bersedia menjadi “tumbal”. Padahal, air balong yang dipakai untuk mengguyur itu kotor dan bercampur lumpur.
Jasa “pawang hujan” pun populer di masyarakat. Nenek Hajah Emma Malapermas asal Subang Jawa Barat, misalnya, konon mampu memindahkan hujan. Nah, khusus untuk menolak hujan, air doa yang dia berikan ditampung di BH lalu ditaruh di atap rumah.
Untuk “mendatangkan” hujan, para petani di india meminta anak-anak perempuan perawan untuk membajak sawah tanpa busana guna “merayu” para dewa. Ritual ini dilakukan setelah matahari terbenam sambil membawakan nyanyian kuno yang mistis. Dewa-dewa yang mereka anggap berkuasa atas cuaca di antaranya adalah Aelous dan Zeus.
“Berdakwah dengan air (da’wah bil ma’) merupakan solusi keummatan yang efektif untuk membina ummat. ‘’Da’i Dewan Dakwah, selain pandai berceramah, harus memiliki lifeskill guna memberi solusi atas berbagai persoalan ummat seperti kekurangan air bersih, kerawanan bencana alam, dan sebagainya,” pungkas Ustd Siddik.
Ada Pepatah Arab yang mengatakan: Lisanul hal afshahu min lisanil maqal (Aksi konkrit yang membawa perubahan ke arah perbaikan lebih baik daripada nasihat semata). [ES]